Oleh: Ence Surahman (Jaisyurahman)
Sore itu, gemercik hujan yang turun mengantarkan kepulanganku dari agenda reunianku dengan teman-teman SMA, sore itu hatiku bahagia, karena bisa bercengkrama mengenang masa indah-indah dulu ketika di SMA, sore itu, aku menemukan saat-saat yang belum pernah aku temukan sebelumnya, aku bersyukur dengan semua kejadian di sore itu.
Sahabat, tulisan ini aku tulis, sebagai catatan istimewa dalam hidupku, aku menemukan banyak hal yang luar biasa, pada sore itu. Satu kisah yang insya Allah 100% asli bukan rekayasa, aku tulis dari pengalaman pribadiku dengan teman-temanku.
Minggu, 14 September 2010, jam 18.00 Wib kisah itu terjadi. Kisah yang mengharukan, kisah yang telah membuat tubuhku lemah, ksiah yang teah meningkatan adrenalinku, kisah itu sungguh menginspirasiku dan membuatku sadar mimpi-mimpi hidupku. Tentang sebuah pengakuan bawa kita adalah lemah, bahwa kita tidak berdaya kecuali dengan ijin-Nya, bahwa kita hanya melakuakn apa yang Allah kehendaki, bahwa kita diharuskan untuk bersyukur dan memperbaiki setiap perbuatan kita selama didunia untuk bekal diakhirat kelak. Selamat menikmati.
Hujan yang mengguyur sore itu, dalam perjalanan kami (aku dan sahabatku), setelah kegiatan reunian alumni SMA, megantarkan niat hatiku semain kuat untuk singgah dirumah salahsatu teman akrab kami ketika di SMA, khususnya teman akrab ketika bersama-sama dalam organisasi Pecinta Alam (KAPA).
Ketika aku ketuk pintunya. Keluarlah sang bunda sahabat kami. Dulu ketika di KAPA beliau dinamai atau meniliki nama rimba Juangapak, karena badannya yang tinggi dibanding teman-temannya yang lain. Karena julangapak sedang salat asar, aku diminta menunggu terlebih dahulu oleh ibundanya, dan kamipun menunggunya, hinga ia selesai salat, dan akupun melihat wajah bahagia ketika kami bertemu. Namun disisi lain julangapak kelihatan terkejut dengan tampilan muka sahabatku yang satulagi, haar euy namanya di KAPA. Ia terkejut karena sekarang rambut haar euy ini, panjang dan seperti jarang disisir (kusut). Ya beliau memang semenjak kuliah di slaahsatu Sekolah itnggi di Garut, memang penampilannya agak berbeda dari penampilanya dulu ketika di SMA yang selalu berwajah ceria dengan rambut ABRInya. Tapi kali ini berbeda, rambut yang gondrong, wajah sangar, pakaian yang sanagat sederhana, tidak memakai parfume, itulah gambaran sahabatku yangs atu ini.
Selain dari tongkrongannya yang berbeda, ternyata pola pikirannyapun berbeda pula, ketika sempat saya berdiskusi dengan beliau, ternyata beliau itu adalah orang yang konsent dalam hal pemikiran sosialis, bahkan kata beliau komunis. Sempat kami berdiskusi serius ketika malam waktu buka bareng 4 hari sebelum kisah ini. Aku melihat dari keyakinanya berpendapat dan berpikir, dan dari paham yang ia yakini, ada hal yang mengganjal dalam hatiku, mengapa ia tidak terlihat melakukan Salat, sebagaimana sahabatku muslim yang lainnya. Selidik punya selidik, ternyata beliau bilang “aku sedang mencari kebenaran, sedang dalam proses, dan aku kecewa dengan orang-orang muslim yang salat, namun masih saja korupsi, masih saja berbohong kepada bangsa, kepada negara, keapda rakyat, kata beliau, “bagiku salat yang penting dalam pengamalannya, bukan hanya dalam ritualnya”. Dalam benaku, aku berpikir saudaraku ini sedang meniti jalan kebingungan anpa keyakinan yang menguatkan keyakinannya, dan ini adalah hal yang serius harus segera dibantu.
Terlalu jauh aku menceritakan dirinya, yang pasti beberapa saat lagi sahabat akan mendapati sebuah kisah sederhana yang mungkin memberikan ispirasi.
Kembali ke kisah tadi, setelah aku bercanda tawa, berbagai cerita dan pengalaman atau hanya sekedar mengenang kisah-kisah indah dulu satu sama lain. Tak lama ibunda julangapak menyodorkan makanan berat yang siap santap. Ya aku lihat masih ada makanan lebaran disodorkan, akhirnya karena perut yang cukup lapar, kamipun makan bersama dengan nikmatnya.
Diakhir pembicaraaan saat makan, aku katakan kepada julangapak bahwa maksud kedatangan kami kesini tiada lain adalah untuk mengajaknya mandi dia air panas dan kemudian kita akan bermalam bersama dirumahku. Alhamdulillah tanpa banyak pertimbangan akhirnya iapun mau ikaut bersama kami.
Singkat cerita kamipun madi diair panas dikampungku. Bisa dibayangkan sore hari ketika gemericik hujan yang turun suhu dinggin kami mandi diair panas, sekalipun bukan kolam (pancuran), kami sangat menikmati mandi sore itu.
Setelah kami merasa cukup puas, karena waktu sudah sangat sore, akhirnya kami putuskan untuk segera beranjak dari tempat pemandian dan menuju rumahku. Setelah bermusyawarah akhirnya kami memutuskan untuk pulang tidak melewati jembatan rawayan, namun karena biasa kami _meuntas (melewati air sungai dan bukan melewati jemabatan penyebrangan) akhirnya kami coba untuk meuntas. Memang dalam hati kamipun terbesit, sepertinya air yang akan dilewati terlihat cukup deras, dan itu berarti tidak memungkinkan untuk kami sebrangi, karena terancam hanyut terbawa air (palid) namun karena itulah sifat manusia yang selalu ingin buru-buru, dengan semangat ego diri sebagai orang pecinta alam, kamipun memaksakan diri untuk berusaha menyebrangi derasnya air sungai itu.
Waktu sudah sangat sore, bahkan adzan maghribpun telah berkumandang. Ketika kami mencoba dan terus mencoba melawan derasnya air sungai yang sangat deras itu. Mulailah dalam benakku terpikir bahwa aku tidak mungkin bisa melewati air sungai itu. Terebih aku takut Notebok dalam tasku basah karena aku belum sempat melindunginya dengan safety. Namun pikiranku mungkin tak sama dengan pikiran temanku yang lain, khususnya haareuy, karena memang beliau lebih punya pengalaman dalam hal menyebrangi sungai. Beliau terlihat semangat terus untuk melewatinya.
Kakiku tak kuat untuk menahan bebah diri yang terseret air yang kuat, terlebih dasar sungai yang tidak ada batu-batu yang kuat untuk tempat aku berpijak, membuat aku semakin tidak PD dengan apa yang aku lakukan. Nyaliku semakin menciut, adrenalinku semakin tinggi, karena sempat terlintas dalam benakku bahwa mungkin kalau sore ini takdir aku harus meninggal dengan cara terhanyut air, hal ini sungguh sangat menyedihkan.
Ketika batinku bertanya-tanya apakah aku mungkin akan selamat melewati derasnya air ataukah justru aku akan mati sore ini, ketika aku melihat wajah teman-temanku yang juga mungkin ada pikiran sama denganku. Ketika itu aku terkejut, sangat terkejut, jantungku berdenyut kencang, adrenalinku semakin tinggi, lututku semakin berat untuk bertahan dan kau semakin lemas, tenagaku terasa terkuras, aku melihat sahabatku haar euy terpaksa aku lepaskan gengaman tangganya, karena air yang sangat memaksanya. Haarueuy terbawa air, dan ia coba bertahan, beruntunglah ia, akhirnya ia nyangsang atau terhenti diatas batu yang tepat berada ditengah-tengah derasnya air. Aku melihat ia cukup panik, dan hampir saja air itu mengahnyutkan jasadnya, namun ditengah kepanikan yang snagat itu, alhamdulillah akhirnya aku lega karena ia bisa selamat sekalipun tas yang dibawanya dalam keadaan basah kuyup.
Ia terlihat tersenyum disebrang sungai. Sementara aku dan julangapak, akhirnya memutuskan utnuk kembali menggunakan jembatan penyebrangan yang jaraknya cukup jauh dari tempat itu.
Sahabat yang aku cintai, kisah ini telah mengajarkan kami hal yang cukup berati, ketika kami menyadari bahwa Ia maha kuasa, walau hanya dengan airnya. Terlebih ketika setelah kami merasa lebih nyantai dan kamipun bercanda kembali sembari memaknai kisah tadi, alhamdulilah tak terasa kaki kami akhirnya sampai di rumahku.
Dengan kisah tadi ada hikmha besar yang bisa kami rasakan, dimana yang tadinya sahabatku haareuy sudah terbiasa melupakan salat, karena mungkin ia telah merasakan kebesaran Allah, alhamdulillah ia mau salat berjamaah dengan kami.
Hikmahnya adalah “ terkadang iman kita akn meninggi dan berada pada posisi yang baik, ketika kita dihadapkan dengan sesuatu yang menakutkan, mengkhawatirkan, namun terkadang kita lalai ketika kita dalam kebahagiaan, kecukupan, semoga Allah mengistiqomahkan iman kita” amin.
Subhanallah, walhamdulillah Allahuakbar.
Sore itu, gemercik hujan yang turun mengantarkan kepulanganku dari agenda reunianku dengan teman-teman SMA, sore itu hatiku bahagia, karena bisa bercengkrama mengenang masa indah-indah dulu ketika di SMA, sore itu, aku menemukan saat-saat yang belum pernah aku temukan sebelumnya, aku bersyukur dengan semua kejadian di sore itu.
Sahabat, tulisan ini aku tulis, sebagai catatan istimewa dalam hidupku, aku menemukan banyak hal yang luar biasa, pada sore itu. Satu kisah yang insya Allah 100% asli bukan rekayasa, aku tulis dari pengalaman pribadiku dengan teman-temanku.
Minggu, 14 September 2010, jam 18.00 Wib kisah itu terjadi. Kisah yang mengharukan, kisah yang telah membuat tubuhku lemah, ksiah yang teah meningkatan adrenalinku, kisah itu sungguh menginspirasiku dan membuatku sadar mimpi-mimpi hidupku. Tentang sebuah pengakuan bawa kita adalah lemah, bahwa kita tidak berdaya kecuali dengan ijin-Nya, bahwa kita hanya melakuakn apa yang Allah kehendaki, bahwa kita diharuskan untuk bersyukur dan memperbaiki setiap perbuatan kita selama didunia untuk bekal diakhirat kelak. Selamat menikmati.
Hujan yang mengguyur sore itu, dalam perjalanan kami (aku dan sahabatku), setelah kegiatan reunian alumni SMA, megantarkan niat hatiku semain kuat untuk singgah dirumah salahsatu teman akrab kami ketika di SMA, khususnya teman akrab ketika bersama-sama dalam organisasi Pecinta Alam (KAPA).
Ketika aku ketuk pintunya. Keluarlah sang bunda sahabat kami. Dulu ketika di KAPA beliau dinamai atau meniliki nama rimba Juangapak, karena badannya yang tinggi dibanding teman-temannya yang lain. Karena julangapak sedang salat asar, aku diminta menunggu terlebih dahulu oleh ibundanya, dan kamipun menunggunya, hinga ia selesai salat, dan akupun melihat wajah bahagia ketika kami bertemu. Namun disisi lain julangapak kelihatan terkejut dengan tampilan muka sahabatku yang satulagi, haar euy namanya di KAPA. Ia terkejut karena sekarang rambut haar euy ini, panjang dan seperti jarang disisir (kusut). Ya beliau memang semenjak kuliah di slaahsatu Sekolah itnggi di Garut, memang penampilannya agak berbeda dari penampilanya dulu ketika di SMA yang selalu berwajah ceria dengan rambut ABRInya. Tapi kali ini berbeda, rambut yang gondrong, wajah sangar, pakaian yang sanagat sederhana, tidak memakai parfume, itulah gambaran sahabatku yangs atu ini.
Selain dari tongkrongannya yang berbeda, ternyata pola pikirannyapun berbeda pula, ketika sempat saya berdiskusi dengan beliau, ternyata beliau itu adalah orang yang konsent dalam hal pemikiran sosialis, bahkan kata beliau komunis. Sempat kami berdiskusi serius ketika malam waktu buka bareng 4 hari sebelum kisah ini. Aku melihat dari keyakinanya berpendapat dan berpikir, dan dari paham yang ia yakini, ada hal yang mengganjal dalam hatiku, mengapa ia tidak terlihat melakukan Salat, sebagaimana sahabatku muslim yang lainnya. Selidik punya selidik, ternyata beliau bilang “aku sedang mencari kebenaran, sedang dalam proses, dan aku kecewa dengan orang-orang muslim yang salat, namun masih saja korupsi, masih saja berbohong kepada bangsa, kepada negara, keapda rakyat, kata beliau, “bagiku salat yang penting dalam pengamalannya, bukan hanya dalam ritualnya”. Dalam benaku, aku berpikir saudaraku ini sedang meniti jalan kebingungan anpa keyakinan yang menguatkan keyakinannya, dan ini adalah hal yang serius harus segera dibantu.
Terlalu jauh aku menceritakan dirinya, yang pasti beberapa saat lagi sahabat akan mendapati sebuah kisah sederhana yang mungkin memberikan ispirasi.
Kembali ke kisah tadi, setelah aku bercanda tawa, berbagai cerita dan pengalaman atau hanya sekedar mengenang kisah-kisah indah dulu satu sama lain. Tak lama ibunda julangapak menyodorkan makanan berat yang siap santap. Ya aku lihat masih ada makanan lebaran disodorkan, akhirnya karena perut yang cukup lapar, kamipun makan bersama dengan nikmatnya.
Diakhir pembicaraaan saat makan, aku katakan kepada julangapak bahwa maksud kedatangan kami kesini tiada lain adalah untuk mengajaknya mandi dia air panas dan kemudian kita akan bermalam bersama dirumahku. Alhamdulillah tanpa banyak pertimbangan akhirnya iapun mau ikaut bersama kami.
Singkat cerita kamipun madi diair panas dikampungku. Bisa dibayangkan sore hari ketika gemericik hujan yang turun suhu dinggin kami mandi diair panas, sekalipun bukan kolam (pancuran), kami sangat menikmati mandi sore itu.
Setelah kami merasa cukup puas, karena waktu sudah sangat sore, akhirnya kami putuskan untuk segera beranjak dari tempat pemandian dan menuju rumahku. Setelah bermusyawarah akhirnya kami memutuskan untuk pulang tidak melewati jembatan rawayan, namun karena biasa kami _meuntas (melewati air sungai dan bukan melewati jemabatan penyebrangan) akhirnya kami coba untuk meuntas. Memang dalam hati kamipun terbesit, sepertinya air yang akan dilewati terlihat cukup deras, dan itu berarti tidak memungkinkan untuk kami sebrangi, karena terancam hanyut terbawa air (palid) namun karena itulah sifat manusia yang selalu ingin buru-buru, dengan semangat ego diri sebagai orang pecinta alam, kamipun memaksakan diri untuk berusaha menyebrangi derasnya air sungai itu.
Waktu sudah sangat sore, bahkan adzan maghribpun telah berkumandang. Ketika kami mencoba dan terus mencoba melawan derasnya air sungai yang sangat deras itu. Mulailah dalam benakku terpikir bahwa aku tidak mungkin bisa melewati air sungai itu. Terebih aku takut Notebok dalam tasku basah karena aku belum sempat melindunginya dengan safety. Namun pikiranku mungkin tak sama dengan pikiran temanku yang lain, khususnya haareuy, karena memang beliau lebih punya pengalaman dalam hal menyebrangi sungai. Beliau terlihat semangat terus untuk melewatinya.
Kakiku tak kuat untuk menahan bebah diri yang terseret air yang kuat, terlebih dasar sungai yang tidak ada batu-batu yang kuat untuk tempat aku berpijak, membuat aku semakin tidak PD dengan apa yang aku lakukan. Nyaliku semakin menciut, adrenalinku semakin tinggi, karena sempat terlintas dalam benakku bahwa mungkin kalau sore ini takdir aku harus meninggal dengan cara terhanyut air, hal ini sungguh sangat menyedihkan.
Ketika batinku bertanya-tanya apakah aku mungkin akan selamat melewati derasnya air ataukah justru aku akan mati sore ini, ketika aku melihat wajah teman-temanku yang juga mungkin ada pikiran sama denganku. Ketika itu aku terkejut, sangat terkejut, jantungku berdenyut kencang, adrenalinku semakin tinggi, lututku semakin berat untuk bertahan dan kau semakin lemas, tenagaku terasa terkuras, aku melihat sahabatku haar euy terpaksa aku lepaskan gengaman tangganya, karena air yang sangat memaksanya. Haarueuy terbawa air, dan ia coba bertahan, beruntunglah ia, akhirnya ia nyangsang atau terhenti diatas batu yang tepat berada ditengah-tengah derasnya air. Aku melihat ia cukup panik, dan hampir saja air itu mengahnyutkan jasadnya, namun ditengah kepanikan yang snagat itu, alhamdulillah akhirnya aku lega karena ia bisa selamat sekalipun tas yang dibawanya dalam keadaan basah kuyup.
Ia terlihat tersenyum disebrang sungai. Sementara aku dan julangapak, akhirnya memutuskan utnuk kembali menggunakan jembatan penyebrangan yang jaraknya cukup jauh dari tempat itu.
Sahabat yang aku cintai, kisah ini telah mengajarkan kami hal yang cukup berati, ketika kami menyadari bahwa Ia maha kuasa, walau hanya dengan airnya. Terlebih ketika setelah kami merasa lebih nyantai dan kamipun bercanda kembali sembari memaknai kisah tadi, alhamdulilah tak terasa kaki kami akhirnya sampai di rumahku.
Dengan kisah tadi ada hikmha besar yang bisa kami rasakan, dimana yang tadinya sahabatku haareuy sudah terbiasa melupakan salat, karena mungkin ia telah merasakan kebesaran Allah, alhamdulillah ia mau salat berjamaah dengan kami.
Hikmahnya adalah “ terkadang iman kita akn meninggi dan berada pada posisi yang baik, ketika kita dihadapkan dengan sesuatu yang menakutkan, mengkhawatirkan, namun terkadang kita lalai ketika kita dalam kebahagiaan, kecukupan, semoga Allah mengistiqomahkan iman kita” amin.
Subhanallah, walhamdulillah Allahuakbar.
Komentar
Posting Komentar
You can give whatever messages for me,,