Oleh: Ence Surahman (Jaisyurahman)
Alhamdulillah atas perkenan dan ijin dari Allah saya diberikan kekuatan untuk menuliskan menuliskan resensi sebuah novel yang baru saja tamatkan membacanya. Tulisan ini saya maksudkan mudah-mudahan ilmu yang saya serap dari novel itu bisa juga dinikmati oleh anda yang belum sempat membacanya.
Identitas Novel
Judul : KEMI Cinta Kebebasan yang Tersesat
Pengarang : Dr. Adian Husaini
Penerbit : Gema Insani Press (GIP)
Cetakan : Pertama Oktober 2010
ISBN : 978-979-077-220-5
Tebal Hal- : 316 Halaman
Sejujurnya saya bukan penggila novel, tapi setelah membaca sinopsis dan testimoni dari Pak Taufik Ismail, saya menjadi penasaran untuk membuka halama nawal dari novel ini. Saya sungguh tidak menyangka tema materi yang lukiskan dengan gaya bahasa yang baik, membuat saya berdecak kagum untuk terus mengkhatamkan bacaan saya. Saking ayiknya buku yang saya baca itu, saya tidak menyangka dalam rentang waktu 18 jam dengan jumlah waktu total untuk membaca hanya selama 6 jam novel sebanyal 316 halaman ini bisa saya rampungkan.
Jujur saya tidak menyangka seorang Doktor Seperti Pak Adian bisa menulis Novel sebagus ini. Bagus bukan hanya dari sisi gaya bahasanya yang rapi dan teratur, tapi yang lebih mengesankan adalah isi dan pesan novelnya, bagi saya sangat luarbiasa, karena sebelumnya belum pernah saya temukan novel serupa dengan novel KEMI ini.
Dalam novelnya dikisahkan tentang seorang Santri kepercayaan Kiayi Rois, KEMI namanya, ia seorang santri yang sangat cerdas, rajin beribadah, taat dan penurut kepada titah kiayinya. Karena kecerdasannya KEMI dijadikan tenaga pengajar santrinya.
Kedekatan KEMI dan latar belakang keluarganya kemudian KEMI memutuskan untuk meniggalkan pesantren karena diajak oleh kaka tingkatnya di pesantren yang sduah lebih dulu meninggalkan pesantren untuk kuliah di kota jakarta. Dengan iming-iming beasiswa tentu KEMI-pun sangat tertarik.
Kuliah di kota besar memang banyak resiko, terlebih ketika memperoleh beasiswa dari lembaga-lembaga yang kurang jelas siapa pemilik dan para donatur beasiswanya. Dan itulah yang dialami oleh KEMI. KEMI dimanfaatkan oleh Farsan yang telah mengajak dan memberikanya peluang KEMI bisa kuliah di Universitas Damai Sentosa. Dikampus Kemi tidak hanya kuliah seperti mahasiswa normal dikampus-kampus lainnya, namun ternyata KEMI banyak terlibat dalam Jaringan Islam Liberal yang menyamakan semua agama, dengan paham Liberalisme, Pluralisme, multikulturalisme, kesetaraan Gender, yang diperjuangkan di kampus kebebasan ini. Saat ini KEMI jauhdari ajaran agama yang diyakininya, bagi KEMI salat itu tidak perlu dilaksanakan secara formal atau biasa kita lakukan, melainkan yang terpenting adalah salat sosial, yang jelas-jelas salah.
Aktivitas KEMI dengan kawan-kawan sindikatnya banyak dihabiskan untuk mensukseskan proyek-proyek orang-orang liberal, KEMI dan Siti salahsatu korban dari paham ini, semakin hari semakin aktif menjadi trainer-trainer pelatihan untuk menyebarkan paham-paham yang diyakininya.
Rahmat, yang juga teman KEMI, seorang santri teladan sekaligus kepercayaan Kiayi Rois, kiayi yang simpatik, karismatik, dalam ilmu dan rendah hati. Rahmat dipercaya menjadi pengajar dipesantrennya. Rahmat sosok pemuda yang tampat, gagah, jago bela diri, dan tentu memiliki kecerdasan yang luar biasa.
Rahmat menemukan hal yang tidak beres dengan kepergian KEMI meninggalkan pesantren. Rahmat merasa masalah KEMI bukan masalah yang sederhana, melainkan masalah serius, yang mendorognya mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Rasa kangen dengan sahabatnya dan pesan dari mimpi yang dialaminya, mendorong kuat Rahmat untuk menemui KEMI.
Pemandangan yang tidak disangka yang terjadi dalam perubahan diri sahabat karibnya. Rahmat melihat banyak keganjilan yang dialami oleh KEMI, Rahmatpun tahu apa yang sebenarnya telah merubah diri temannya itu. Dalam sebuah perbincangannya dengan KEMI Rahmat dieprtemukan dengan suasana debat yang cukup memanas, debat dari pandangan yang bertolak belakang.
Rahmat kian teguh dengan pendirianya. Begitupun KEMI merasa yakin dengan paham barunya. Paham yang menurutnya semua agama itu sama, mau Islam, Kristen, Hindu, Budha, yahudi dll. KEMI meyakini Tuhan semua agama itu sama, hanya berbeda dari cara menusia meyakini dan menyembahnya saja. Perdebata serupun terpaksan harus berakhir karena waktu yang telah larut malam. Namun diakhir perdebatannya KEMI memberikan sebuah tantangan yang cukup berat kepada Rahmat. KEMI berkeyakinan bahwa seseorang itu tergantung dari lingkungannya. Namun rahmat tidak sepakat dengan teori KEMI, akhirnya KEMI menangtang Rahmat untuk meniggalkan pesantren dan mengikuti jejak langkahnya kuliah di Universitas Damai Sentosa.
Setelah berbicara dengan Pak Kiayi Rois, dan mendapatkan bekal-bekal yang cukup banyak akhirnya Rahmat menerima tantangan KEMI. Jalan cerita yang seru, menggugah, dan ayik dinikmati, dikisahkan bahwa dihari pertama kuliah Rahmat telah mampu membuat mati kutu Dosen dan sekaligus Rektor kampusnya Prof Abdul Malikan namanya.
Siti yang juga teman KEMI menjadi penambah seru suasan dalam novel itu. Siti anak kiayi masyur di Banten, terpaksa jadi korban paham-paham liberal. Merasa menemukan orang yang tepat yaitu Rahmat. Siti tahu banyak tentang Rahmat. Akhirnya Siti membuka semua rahasianya kepada Rahmat, dan tentu hal ini sangat menguntungkan rahmat. Ia mendapat banyak masukan informasi mengenai jaringan yang sedang didalaminya.
Usaha KEMI dikatakna tidak berhasil ketika Rahmat sediktipun tidak berubah dengan pemikirannya, terlebih ketika Rahmat telah mematikan pemikiran seorang Kiyai dari jawa Barat yang telah dibuatnya bertobat setelah mengisi seminar dan akhirnya Kiayi itu meninggal seketika setelah diberikan saran untuk segera bertobat oleh Rahmat.
Kejian langka ini membuat rahmat menjadi sering muncul dilayar kaca, rahmat jadi terkenal bahkan orang-orang kampunya pun sampai tahu.
Perjuangan yang tak sia-sia ketika Rahmat bisa membuka sindikat jaringan Islam liberal ini yang ternyata jelas-jelas mereka hanya mementingkan nafsu dunianya, bukan utnuk menciptakan kerukunan sebagaimana yang digemakan dalam aksi-aksinya. Semua berujung ketiak KEMI disiksa habis-habisan termasuk Siti yang telah lebih dulu di racun oleh Roman seorang dedengkot paham liberla yang telah memanfaatkan proyek berduit itu. Roman terpaksa harus berurusan dengan kepolisian, setelah menyiksa KEMI di Rumah putih.
KEMI dan SITI masuk rumah sakit karena ulah Roman yang merasa kecewa karena Roman menganggap Kemi telah membawa orang yang salah. Rahmat perjuangannnya ternyata banyak sekali yang membantu. Termasuk Kiayi Rois, santri-santri dipesantrennya, Ahmad Petuah seorang redaktur sebuah surat kabar, dan juga peran Polisi bernama Tawakal yang juga merupakan murid Kiayi Rois, semua menjadi lengkap ketika Siti bertobat dan kembali mau mengabdikan dirinya dipesantren, kisah akhir yag memilukan ketika KEMI terpaksa harus kehilangan semua memorinya dan membuat ia hidup tidak normal, sementara Siti harus berbahagia karena ia telah menajdi seorang ustadzah. Yang mengabdikan sisa hidupnya dipesantren.
Inti pesan dari novel ini adalah bagimana kita sebagai orang Islam yang harus senantiasa berhati-hati dengan semua godaan dan tawaran-tawaran finansial ataupun pemikiran baru dari orang-orang yang jelas-jelas ingin merusak akidah kita sebagai muslim, mereka berkata-kata dengan sangat halus dan indah, mereka sungguh menggoda, dunia bisa menyilaukan kita, hati-hati karena syetan ada dimana-mana. Paham liberal kian meluas, mereka mulai menjajahi pola pikir dan kurikulum pendidikan kita, mari kita bendung dengan ilmu dan iman agar kita dan Islam bisa selamat.
Inti testimony saya untuk Novel dan pengarangnya adalah:
“Jujur sebelumnya saya bukan penyuka novel, namun Pak Adian dengan kepiawaiannya melalui Novel KEMI telah membuat saja jatuh cinta dan terlarut untuk menikmati sajian ilmu, yang sangat luar biasa. Saya tidak sadar novel setebal 316 halaman bisa saya selesiakan hanya dalam waktu 6 jam. Lewat gaya bahasanya yang khas, penulis telah menyadarkan kita dari ketidaksadaran kita, bahwa saat ini kita sedang dalam penjajahan, khususnya dalam bidang pemikira. sekalipun ini novel, saya berkeyakian boleh jadi hal ini ada dalam kenyataannya. Maka bagi orang muslim yang baik, saya sangat menganjurkan untuk membaca karya yang jarang ada bahkan belum pernah ada sebelumnya. Untuk para pemuda mari kita berjuang semoga bisa seperti Rahmat yang berjuang untuk menegakan kebenaran yang hakiki”.
Alhamdulillah atas perkenan dan ijin dari Allah saya diberikan kekuatan untuk menuliskan menuliskan resensi sebuah novel yang baru saja tamatkan membacanya. Tulisan ini saya maksudkan mudah-mudahan ilmu yang saya serap dari novel itu bisa juga dinikmati oleh anda yang belum sempat membacanya.
Identitas Novel
Judul : KEMI Cinta Kebebasan yang Tersesat
Pengarang : Dr. Adian Husaini
Penerbit : Gema Insani Press (GIP)
Cetakan : Pertama Oktober 2010
ISBN : 978-979-077-220-5
Tebal Hal- : 316 Halaman
Sejujurnya saya bukan penggila novel, tapi setelah membaca sinopsis dan testimoni dari Pak Taufik Ismail, saya menjadi penasaran untuk membuka halama nawal dari novel ini. Saya sungguh tidak menyangka tema materi yang lukiskan dengan gaya bahasa yang baik, membuat saya berdecak kagum untuk terus mengkhatamkan bacaan saya. Saking ayiknya buku yang saya baca itu, saya tidak menyangka dalam rentang waktu 18 jam dengan jumlah waktu total untuk membaca hanya selama 6 jam novel sebanyal 316 halaman ini bisa saya rampungkan.
Jujur saya tidak menyangka seorang Doktor Seperti Pak Adian bisa menulis Novel sebagus ini. Bagus bukan hanya dari sisi gaya bahasanya yang rapi dan teratur, tapi yang lebih mengesankan adalah isi dan pesan novelnya, bagi saya sangat luarbiasa, karena sebelumnya belum pernah saya temukan novel serupa dengan novel KEMI ini.
Dalam novelnya dikisahkan tentang seorang Santri kepercayaan Kiayi Rois, KEMI namanya, ia seorang santri yang sangat cerdas, rajin beribadah, taat dan penurut kepada titah kiayinya. Karena kecerdasannya KEMI dijadikan tenaga pengajar santrinya.
Kedekatan KEMI dan latar belakang keluarganya kemudian KEMI memutuskan untuk meniggalkan pesantren karena diajak oleh kaka tingkatnya di pesantren yang sduah lebih dulu meninggalkan pesantren untuk kuliah di kota jakarta. Dengan iming-iming beasiswa tentu KEMI-pun sangat tertarik.
Kuliah di kota besar memang banyak resiko, terlebih ketika memperoleh beasiswa dari lembaga-lembaga yang kurang jelas siapa pemilik dan para donatur beasiswanya. Dan itulah yang dialami oleh KEMI. KEMI dimanfaatkan oleh Farsan yang telah mengajak dan memberikanya peluang KEMI bisa kuliah di Universitas Damai Sentosa. Dikampus Kemi tidak hanya kuliah seperti mahasiswa normal dikampus-kampus lainnya, namun ternyata KEMI banyak terlibat dalam Jaringan Islam Liberal yang menyamakan semua agama, dengan paham Liberalisme, Pluralisme, multikulturalisme, kesetaraan Gender, yang diperjuangkan di kampus kebebasan ini. Saat ini KEMI jauhdari ajaran agama yang diyakininya, bagi KEMI salat itu tidak perlu dilaksanakan secara formal atau biasa kita lakukan, melainkan yang terpenting adalah salat sosial, yang jelas-jelas salah.
Aktivitas KEMI dengan kawan-kawan sindikatnya banyak dihabiskan untuk mensukseskan proyek-proyek orang-orang liberal, KEMI dan Siti salahsatu korban dari paham ini, semakin hari semakin aktif menjadi trainer-trainer pelatihan untuk menyebarkan paham-paham yang diyakininya.
Rahmat, yang juga teman KEMI, seorang santri teladan sekaligus kepercayaan Kiayi Rois, kiayi yang simpatik, karismatik, dalam ilmu dan rendah hati. Rahmat dipercaya menjadi pengajar dipesantrennya. Rahmat sosok pemuda yang tampat, gagah, jago bela diri, dan tentu memiliki kecerdasan yang luar biasa.
Rahmat menemukan hal yang tidak beres dengan kepergian KEMI meninggalkan pesantren. Rahmat merasa masalah KEMI bukan masalah yang sederhana, melainkan masalah serius, yang mendorognya mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Rasa kangen dengan sahabatnya dan pesan dari mimpi yang dialaminya, mendorong kuat Rahmat untuk menemui KEMI.
Pemandangan yang tidak disangka yang terjadi dalam perubahan diri sahabat karibnya. Rahmat melihat banyak keganjilan yang dialami oleh KEMI, Rahmatpun tahu apa yang sebenarnya telah merubah diri temannya itu. Dalam sebuah perbincangannya dengan KEMI Rahmat dieprtemukan dengan suasana debat yang cukup memanas, debat dari pandangan yang bertolak belakang.
Rahmat kian teguh dengan pendirianya. Begitupun KEMI merasa yakin dengan paham barunya. Paham yang menurutnya semua agama itu sama, mau Islam, Kristen, Hindu, Budha, yahudi dll. KEMI meyakini Tuhan semua agama itu sama, hanya berbeda dari cara menusia meyakini dan menyembahnya saja. Perdebata serupun terpaksan harus berakhir karena waktu yang telah larut malam. Namun diakhir perdebatannya KEMI memberikan sebuah tantangan yang cukup berat kepada Rahmat. KEMI berkeyakinan bahwa seseorang itu tergantung dari lingkungannya. Namun rahmat tidak sepakat dengan teori KEMI, akhirnya KEMI menangtang Rahmat untuk meniggalkan pesantren dan mengikuti jejak langkahnya kuliah di Universitas Damai Sentosa.
Setelah berbicara dengan Pak Kiayi Rois, dan mendapatkan bekal-bekal yang cukup banyak akhirnya Rahmat menerima tantangan KEMI. Jalan cerita yang seru, menggugah, dan ayik dinikmati, dikisahkan bahwa dihari pertama kuliah Rahmat telah mampu membuat mati kutu Dosen dan sekaligus Rektor kampusnya Prof Abdul Malikan namanya.
Siti yang juga teman KEMI menjadi penambah seru suasan dalam novel itu. Siti anak kiayi masyur di Banten, terpaksa jadi korban paham-paham liberal. Merasa menemukan orang yang tepat yaitu Rahmat. Siti tahu banyak tentang Rahmat. Akhirnya Siti membuka semua rahasianya kepada Rahmat, dan tentu hal ini sangat menguntungkan rahmat. Ia mendapat banyak masukan informasi mengenai jaringan yang sedang didalaminya.
Usaha KEMI dikatakna tidak berhasil ketika Rahmat sediktipun tidak berubah dengan pemikirannya, terlebih ketika Rahmat telah mematikan pemikiran seorang Kiyai dari jawa Barat yang telah dibuatnya bertobat setelah mengisi seminar dan akhirnya Kiayi itu meninggal seketika setelah diberikan saran untuk segera bertobat oleh Rahmat.
Kejian langka ini membuat rahmat menjadi sering muncul dilayar kaca, rahmat jadi terkenal bahkan orang-orang kampunya pun sampai tahu.
Perjuangan yang tak sia-sia ketika Rahmat bisa membuka sindikat jaringan Islam liberal ini yang ternyata jelas-jelas mereka hanya mementingkan nafsu dunianya, bukan utnuk menciptakan kerukunan sebagaimana yang digemakan dalam aksi-aksinya. Semua berujung ketiak KEMI disiksa habis-habisan termasuk Siti yang telah lebih dulu di racun oleh Roman seorang dedengkot paham liberla yang telah memanfaatkan proyek berduit itu. Roman terpaksa harus berurusan dengan kepolisian, setelah menyiksa KEMI di Rumah putih.
KEMI dan SITI masuk rumah sakit karena ulah Roman yang merasa kecewa karena Roman menganggap Kemi telah membawa orang yang salah. Rahmat perjuangannnya ternyata banyak sekali yang membantu. Termasuk Kiayi Rois, santri-santri dipesantrennya, Ahmad Petuah seorang redaktur sebuah surat kabar, dan juga peran Polisi bernama Tawakal yang juga merupakan murid Kiayi Rois, semua menjadi lengkap ketika Siti bertobat dan kembali mau mengabdikan dirinya dipesantren, kisah akhir yag memilukan ketika KEMI terpaksa harus kehilangan semua memorinya dan membuat ia hidup tidak normal, sementara Siti harus berbahagia karena ia telah menajdi seorang ustadzah. Yang mengabdikan sisa hidupnya dipesantren.
Inti pesan dari novel ini adalah bagimana kita sebagai orang Islam yang harus senantiasa berhati-hati dengan semua godaan dan tawaran-tawaran finansial ataupun pemikiran baru dari orang-orang yang jelas-jelas ingin merusak akidah kita sebagai muslim, mereka berkata-kata dengan sangat halus dan indah, mereka sungguh menggoda, dunia bisa menyilaukan kita, hati-hati karena syetan ada dimana-mana. Paham liberal kian meluas, mereka mulai menjajahi pola pikir dan kurikulum pendidikan kita, mari kita bendung dengan ilmu dan iman agar kita dan Islam bisa selamat.
Inti testimony saya untuk Novel dan pengarangnya adalah:
“Jujur sebelumnya saya bukan penyuka novel, namun Pak Adian dengan kepiawaiannya melalui Novel KEMI telah membuat saja jatuh cinta dan terlarut untuk menikmati sajian ilmu, yang sangat luar biasa. Saya tidak sadar novel setebal 316 halaman bisa saya selesiakan hanya dalam waktu 6 jam. Lewat gaya bahasanya yang khas, penulis telah menyadarkan kita dari ketidaksadaran kita, bahwa saat ini kita sedang dalam penjajahan, khususnya dalam bidang pemikira. sekalipun ini novel, saya berkeyakian boleh jadi hal ini ada dalam kenyataannya. Maka bagi orang muslim yang baik, saya sangat menganjurkan untuk membaca karya yang jarang ada bahkan belum pernah ada sebelumnya. Untuk para pemuda mari kita berjuang semoga bisa seperti Rahmat yang berjuang untuk menegakan kebenaran yang hakiki”.
Komentar
Posting Komentar
You can give whatever messages for me,,