Oleh : Ence
Surahman, S.Pd
Yogyakarta,
19/9/2014. Tepat pada tanggal 2 Juli 2014 lalu almarhumah nenek saya (dari
garis keturunan ibu) meninggal dunia, tepatnya hari Senin, dini hari sekitar
pukul 01.05 WIB. Kejadian ini tentu masih begitu membekas dalam ingatan saya,
dan setiap saya ingat kejadian itu saya selalu ingat pribadi almarhumah selama
ia masih hidup. Beberapa bulan sebelum almarhumah akhirnya menghembuskan nafas
terakhirnya, beliau sempat kena penyakit gula darah tinggi yang membuat hanya
bisa tertidur dikasur untuk beberapa bulan, walaupun alhamdulillah akhirnya
beliau kembali normal bisa melakukan aktivitas seperti sedia kala.
Almarhumah
meninggalkan suami dan keturunan serta saudaranya di usia 68 tahun. Alhamdulillah
detik-detik menjelang kepergiannya tidak sempat merepotkan kami keluarganya. Krinologis
kejadiannya bermula selepas melaksanakan shalat isya hari Jum’at malam Sabtu,
30 Juni 2014, biasanya beliau kada menyempatkan untuk menonton televisi
terlebih dahulu, namun pada malam itu konon beliau memilih untuk langsung
istirahat dikamarnya. Ketika subuh suaminya (kakek saya) bangun rupanya
almarhumah tidak bangun, padahal biasanya beliau selalu bangun lebih awal dari
kakek saya untuk sekedar menyalakan perapian, memasak air, dan bisanya
menyiapkan hidangan sarapan pagi kesukaan suaminya.
Namun
pagi ini (Sabtu) berbeda. Almarhumah tidak kunjung bangun dan akhirnya sang
kakek meminta cucunya (kakak saya) untuk membangunkannya karena kebetulan pagi
itu kakek harus berangkat kerja lebih awal. Dan ternyata ketika dibangunkan
almarhumah kondisinya dalam keadaan pingsan. Akhirnya kami menghubungi tenaga
kesehatan dan ketika diperiksa ternyata kondisinya sudah sangat melemah dan
sudah tidak ada respon sedikitpun ketika coba diberikan rangsangan, akhirnya
saudara almarhumah dan kami keluarganya berkumpul untuk sekedar menggelar acara
baca qur’an dan berdo’a bersama. Hingga akhirnya di hari Senin dini hari,
almarhumah menghembuskan nafas terakhirnya menuju tempat terbaik disisiNya,
aamiin YRA.
Keesokan
harinya para tetangga dari beberapa kampung hadir takziyah, bahkan jumlah yang
hadir sangat banyak, terhitung yang ikut bantu menggali kuburannya saja lebih
dari 68 orang (saya sendiri baru melihat antusiasme warga yang sangat luar
biasa), husnudzan baik saya barangkali kali kebaikan dari almarhumah selama
hidupnya dan pengaruh kakek saya yang selama hidupnya mengabdikan diri untuk
membantu masyarakat sekitar sebagai pengurus jenazah ketika ada yang meninggal
dunia, bahkan dalam catatan mini biografi kakek saya yang pernah saya susun di
tahun 2013, selama hidupnya kakek saya tercatat telah mengurusi jenazah sampai
angka 68 orang itu yang beliau masih ingat (seolah ada korelasi yang sangat
kuat).
Selain
bapak-bapak dan para pemuda yang membantu dipemakaman, ibu-ibu dan para pemudi
yang hadir membantu dirumah duka baik yang membantu memandikan, mengkafani,
menshalatkan dan mengantarkan almarhumah sampai ke kuburan jumlah totalnya
lebih dari 200 orang. Ini angka yang sangat fantastis untuk ukuran kampung
kecil seperti yang ditinggali oleh keluarga kami disana, yang mana rumah kakek
sayapun sebenarnya terbilang jauh dari pemukiman yang lain (terpencil) tapi hal
itu tidak mengurangi kebaikan warga untuk hadir membantu, bahkan beberapa guru
yang ada dikampung turut hadir dalam prosesi pengurusan jenazah almarhumah yang
amat saya cintai itu.
Mohon
maaf saya tidak berniat sombong dengan menceritakan beberapa kelumit kebaikan
almarhumah khususnya, namun saya pribadi berpikir bahwa ada hikmah penting yang
ingin saya bagikan kepada para pembaca sekalian, sebenarnya tulisan ini sudah
lama ingin saya tulis dan sebarkan melalui blog pribadi saya, namun apalah daya
baru kali ini bisa merampungkannya.
Lalu,
apakah gerangan kebaikan yang paling kentara dari almarhumah selama hidupnya? Bagi
saya untuk kebaikan-kebaikan lain, seperti rajin menolong, berbuat baik kepada
tamu, tentangga, rajin ikut pengajian, taat shalat lima waktu, rajin sedekah,
mengurus anak dan cucu, serta kewajiban umum almarhumah sebagai hamba Allah dan
sebagai istri adalah sesuatu yang umum dan saya juga sering melihat hal itu
dari orang lain. Namun sejujurnya ada satu yang begitu saya garis bawahi,
selama usia saya 25 tahun dan selama itu saya sering bertemu, berinteraksi,
ngobrol, dengan almarhumah ada satu hal yang membuat saya tidak bisa menahan
tangis saya ketika mewakili sambutan atas nama keluarga setelah selesai prosesi
pemakanan almarhum yakni “saya tidak pernah melihat, ataupun mendengar
almarhumah melawan, berpaling muka atau hanya sekedar menyanggah ucapan dan
perintah suami, dan saya belum pernah mendengar beliau menaikan nada bicaranya
diatas nada suaminya, serta saya tidak pernah melihat beliau bertindak kasar
baik dengan lisan ataupun perbuatannya kepada semua orang termasuk kami
cucu-cucunya yang bandel sekalipun”.
Dan ternyata
hal itu dibenarkan oleh ibu dan paman serta bibi saya, mereka lebih lama
mengenal almarhumah, pun sama kakek saya yang juga sehari-hari dekat dengan
almarhumah termasuk saudara-saudara (adik-adik almarhumah karena almarhumah
anak paling besar) mereka semua membenarkan ucapan saya dalam sambutan, bahwa
memang beliau senantiasa menjada dirinya dari sifat pemarah, dan yang lebih
penting adalah beliau selalu setia dan taat kepada suaminya.
Para pembaca
yang baik hati, saya termasuk orang yang iri dengan prosesi menjelang datangnya
ajal kepada almarhumah, karena beliau alhamdulillah sebelum menghembuskan nafas
terakhirnya beliau tidak dalam kondisi berhutang atas kewajiban utamanya yakni
shalat lima waktu, jujur hal itu yang membuat saya sangat iri, karena saya
khawatir ketika ajal menjemput saya sedang dalam kondisi berhutang kepada Allah
yakni hutang shalat lima waktu. Selain itu saya sering melihat ada orang
meninggal dalam kondisi yang membuat dirinya meninggalkan shalat padahal shalat
itu hukumnya wajib dalam keadaan sadar sekalipun sedang sakit, tapi kebanyakan
orang terkadang menyepelekan hal tersebut. Bahkan kalau kita lihat fenomena
sosial, tidak sedikit orang-orang yang secara hukum wajib shalat tapi mereka
dengan sengaja meninggalkannya.
Wallahu’alam, mudah-mudahan ada
hikmah yang bisa diambil, khususnya untuk para muslimah, baik yang sudah
menikah ataupun belum, agar senantiasa terus menguatkan pemahamannya tentang
tugas pokok seorang istri kepada suaminya yakni senantiasa setia dan taat,
tidak membantah, tidak menyela pembicaaran dan tidak meninggikan suara ketika
suami sedang berbicara. Junjung tinggi lemah lembut, buah jauh sifat pemarah,
semoga kebaikan itu yang akan menghadirkan keutamaan dimata Allah swt, aamiin
YRA. (Mohon jika tidak keberatan untuk berkenan mendo’akan almarhumah yang saya
ceritakan diatas, “allahumaghfirlaha
warhamha, wa’afihi wa’fuanha, aamiin YRA” terimakasih banyak atas
kesediannya semoga Allah membalasnya dengan balasan yang berlipat ganda aamiin YRA :-) .
SubhanAllah, nangis bacanya, sambil muhasabah diri terhadap yg lalu, bersiap diri thd masa yg akan datang. Seakan belum siap.
BalasHapussebentar lagi ilmunya akan segera dipraktekan, selamat berkhidmat
BalasHapus