Disarikan dari
Ceramah Tarawih Habib Hasan Alkaf, S.Pd Di Masjid Baitul Hidayah Bandara Adisutjipto
Yogyakarta Rabu, 1 Juli 2015
Sumber gambar : http://azzikra.com/site/wp-content/uploads/2014/09/bef6952c29483cdedeadf279b58407bb.jpg
Apakah Anda setuju, bahwa salah
satu hal yang paling kita harapkan dalam kehidupan kita adalah kebahagiaan?.
Saya kira kita sepakat ya, karena kita berusaha, bekerja, atau yang memulai
dengan belajar, kuliah, kursus, ujung-ujungnya untuk mewujudkan hal-hal yang
diimpikan dalam hidupnya. Dan jika ditanya lagi untuk apa kita mengejar
sesuatu, jawabannya untuk merasakan hidup bahagia.
Lalu seperti apa dan bagaimana
agar kita bisa bahagia? Menurut Ibnu Abas RA, ada tujuh indikator yang
semestinya dipenuhi agar Anda tergolong orang-orang yang berbahagia dalam hidup
Anda.
Pertama, qolbun syakirun yakni hati
yang senantiasa bersyukur kepada semua yang Allah berikan, baik itu berupa
nikmat maupunn ujian dan musibah. Bagi kita yang beriman kepada ketentuan Allah
swt yang kita kenal dengan konsep iman kepada qodo dan qodar, maka tentu ini
bukan pemahaman baru. Orang yang hatinya selalu bersyukur (nerimo) apa yang
Allah berikan, ia tidak akan pernah kecewa, tidak akan bersedih, hatinya akan
selalu lapang dalam setiap keadaan. Maka dengan begitu ia akan selalu berada
pada kondisi berbahagia.
Kualitas Qolbun dibagi tiga type
yakni qolbun maridun yang berarti hati yang sakit, biasanya gampang berburuk
sangka, iri, dengki, hasud, mendorong munculnya ghibah, senang menyebar fitnah,
menimbulkan percikan permusuhan, dan lain-lain. kedua qolbun mayitun yakni hati
yang mati, hal ini dikarenakan hati yang tidak dipupuk dengan keimanan,
disirami dengan dzikir. Hati menjadi mati karena terlalu banyak noda hitam
akibat dosa dan maksyiat yang dilakukannya secara terus menerus tanpa ada usaha
untuk menyucikannya dengan istighfar dan taubat. dan ketiga qolbun salimun
yakni hati yang baik, hati yang bersih, suci, jauh dari sikap dan perasaan
serta pikiran negatif, ia senantiasa berhusnudzon, sayang kepada sesama, tidak
mau permusuhan, ia menebarkan cinta, dan perdamaian. Ciri-cirinya adalah
keberadaan orang yang memiliki hati yang salim akan selalu dirindukan oleh
semua orang. Karena ia memang menyenangakan, sekaligus menenangkan.
Kedua, Ajwazu Sholehun (pasangan yang
soleh/solehah). Khusus untuk kebahagiaan ini hanya akan diperoleh bagi pasangan
yang sudah menikah. Karena bagi yang belum menikah, walaupun masing-masing
mengklaim sudah saling berpasangan dan saling percaya, tetap tidak masuk dalam
kategori ini, karena konsep jodoh itu ya ketika sudah sampai akad dan halal
sebagai pasangan suami istri, kalau belum nikah belum ada istilah jodoh disana.
Mengapa memiliki pasangan yang
sholeh/sholehah adalah salah satu indikator kebahagian? Karena ia akan menjadi
teman hidup baik dikala senang maupun susah, dikala lapang maupun sempit,
dikala sehat maupun sakit, dikala suka maupun duka, pasangan yang
sholeh/sholehah akan senantiasa bersama Anda dalam semua situasi dan kondisi,
ia tidak mungkin meninggalkan Anda yang karena Anda semakin menua semakin tidak
tampan / cantik lagi, ia tidak mungkin meninggalkan Anda hanya karena berat
badan Anda bertambah signifikan setelah melahirkan dan menyusui anak. Ia akan
senantiasa mencintai Anda, menyayangi Anda, menjadikan Anda istimewa dalam
kehidupannya, dan ia akan menjadi orang yang paling dekat dan cepat dalam menasehati
ketika Anda salah, mengingatkan ketika anda khilaf, memotivasi ketika Anda
tidak semangat, mendoakan yang terbaik untuk Anda disetiap saat, bersama dengan
anda dalam semua ruang kebaikan, (shalat jama’ah, pengajian, terjun ke program
sosial dan lain sebagainya).
Coba bayangkan apakah anda tidak
akan bahagia jika dikaruniai sapangan yang sholeh/sholehah? Maka untuk
mendapatkan pasangan yang sholeh/sholehah mari kita solehkan dan sholehahkan
diri kita agar kita pantas mendapatkan pasangan yang sholeh/ah juga.
Ketiga, al-auladul abror (keturunan yang baik).
Selain pasangan yang baik, maka indikator kebahagiaan berikutnya adalah
keturunan yang sholeh/sholehah. Subhanallah beruntung sekali orang tua yang
memiliki keturunan yang baik, karena ia tidak akan menjadi beban hisabnya
kelak, melainkan ia akan menjadi penambah amalan kebaikannya. Dan ketika
orangtuanya sudah meninggal maka ia akan senantiasa mendoakannya. Ketika
anaknya melakukan kebaikan maka orang tuanya juga akan dapat aliran pahala
kebaikannya. Dan anak yang baik juga akan menikah dengan pasangan yang baik
kemudian akan memiliki keturunan yang baik begitulah seterusnya sehingga
semuanya akan menjadi keluarga besar yang baik-baik dan hal itu akan saling
menguatkan pada saat timbangan amalan kelak diakherat.
Proses untuk memiliki keturunan
yang baik pada prinsipnya adalah dimulai dari memperbaiki diri sendiri, dengan
memperbaiki diri sendiri maka tentu kita akan bertemu dengan pasangan yang
baik, dan kita akan membangun rumah tangga yang sakinah dengan modal mawadah
dan rohmah. Dengan begitulah kita akan berhasil mendidik keturunan yang baik
imannya, akhlaknya, fisiknya, kepribadiannya, tutur katanya, tingkah lakuknya,
kemampuan berpikirnya dan semuanya.
Keempat, albinaul sholehun (rumah tangga yang
baik, subhanllah beruntung sekali orang baik, memiliki pasangan yang baik,
memiliki anak yang baik-baik, kemudian ia juga memiliki rumah tangga yang baik.
Tentu baik dalam hal ini dilihat dari berbagai aspek, namun aspek ukhrowi yang
paling utama, rumah tangga yang baik bukan hanya rumah tangga yang memiliki
bangunan rumah yang baik, barang-barang yang baik, namun rumah tangga yang
dibangun atas nama cinta kepada Allah SWT. Sehingga setiap saat akan dihiasi
dengan keindahan, kebaikan, kehabagiaan baik yang diteladankan dari ayah, ibu,
pembantu, dan juga anak-anak.
Makna lain dari rumah tangga yang
lain adalah konteks hubungannya dengan keluarga yang lain, sehingga rumah
tangga yang baik memang idealnya tinggal dipemukiman yang baik, aman, nyaman,
bersahabat, bermasyarakat. Terbangun
budaya saling menolong, kerjasama, saling menghormati, saling menghargai.
Kemudian jauh dari hal-hal buruk, fitnah, budaya ghibah, itulah lingkungan yang
ideal untuk membangun rumah tangga yang baik. Makna lainnya adalah rumah yang
dibangun harus dekat dengan masjid karena itu sunah rosullullah saw. Dengan
dekat kemasjid, maka diharapkan terbangun budaya dimasyarakat untuk shalat
berjamaah dimasjid, pengajian rutin, taman pendidikan anak dan lain-lain.
Kelima, almaalul halal (harta yang halal). Ini
tidak kalah penting harus kita usahakan agar semua harta yang masuk ke rumah
kita dan meresap dalam setiap darah kita untuk senantiasa dalam kondisi halal. Dengan
menggunakan harta yang halal walaupun sedikit akan baarokah. Makanan akan
menjadi sumber energi untuk melakukan semua aktivitas dalam hidup. Dan disinilaha
pentingnya satu pemahaman utuh agar jangan sampai uang yang dibelanjakan oleh
istri dirumah berasal dari uang yang subhat apalagi haram. Karena ketika haram
bisa jadi membuat otak anak kita tidak cerdas, pikiran anak kita menjadi kotor,
akhlaknya buruk dan lain sebagainya. Upaya untuk membersihkan harta kita adalah
dengan membayarkan zakatnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Keenam tafakahu
fiddin, hal ini sangat penting, mengingat agama sebagai nasihat seperti
yang disabdakan oleh Rosulullah SAW, Dari Abu Ruqoyyah Tamiim bin Aus Ad-Daari
rodhiyallohu’anhu, sesungguhnya Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam pernah
bersabda: ”Agama itu adalah nasihat”. Kami (sahabat) bertanya: ”Untuk siapa?”
Beliau bersabda: ”Untuk Alloh, kitab-Nya, rosul-Nya, pemimpin-pemimpin umat
islam, dan untuk seluruh muslimin.” (HR.Bukhari dan Muslim).
Maka dengan begitu, belajar agama
adalah fardu ain bagi setiap manusia. Dan proses belajar agama tidak hanya pada
usia tertentu melainkan sepanjang nyawa dikandung badan. Orang tua berkewajiban
mendidik putra-putrinya, untuk belajar agama, belajar memahami al-qur’an,
belajar hukum-hukum, belajar tentang syariah dan lain sebagainya. Tujuannya agar
semua anggota keluarga memiliki bangunan yang kokoh dalam berkehidupan. Semua
anggota keluarga paham hal-hal yang dilarang dan yang diperintahkan oleh Allah.
Pemahaman yang utuh dan pengamalam
yang konsisten akan melahirkan kehidupan yang barokah jauh dari murka Allah, karena
semua perbuatan, ucapan dan perilaku baik nyata maupun dalam kaitannya dengan hati
senantiasa terjaga dan senantiasa berada pada jalur yang dibolehkan dan dibenahkan
oleh Allah sebagaimana yang diajarkan dalam agama.
Ketujuh, umur yang
barokah yakni umur yang senantiasa melahirkan dan mendatangkan kebaikan yang banyak.
Sungguh beruntung orang yang umurnya barokah, baik itu panjang maupun pendek, karena
pada hakikatnya yang penting itu bukan panjang atau pendeknya tapi barokah dan tidak
barokahnya, percuma umur panjang kalau tidak barokah, tentu yang banyak diinginkan
oleh manusia adalah umur panjang dan barokah.
Lalu bagaimana
indikator umur yang barokah? Jawabannya sederhana yakni umur yang senantiasa memberikan
arti dan manfaat baik untuk dirinya terutama untuk orang banyak. Umur yang barokah
akan menggambarkan pribadi orang yang banyak memberikan bantuan kepada orang lain,
dan indikator berikutnya adalah ucapannya didengar, perbuatannya dicontoh dan diteladani,
serta keberadaannya dirindukan orang lain, serta ketiadaannya membuat orang merasa
kehilangan akan kebaikannya. Wallahu’alam. Mudah-mudahan kita semua tergolong orang-orang
yang bahagia sebagaimana indikatornya yang diuraikan diatas. Aamiin yra.
Komentar
Posting Komentar
You can give whatever messages for me,,