Sumber Gambar.
Oleh : Ence Surahman, S.Pd (Ketua
MITI Klaster Mahasiswa 2016)
Disampaikan dalam agenda pembinaan
online anggota lembaga Mitra MITI KM Se Sumatera Bagian Selatan
Jum’at, 27 Mei 2016 (Jam 20.00-22.00
WIB)
PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alakum wr wb.
Segala puji dan syukur marilah kita panjatkan kekhadirat Allah SWT,
atas berkat rahmat dan limpahan karunianya kita masih diberikan berbagai macam
nikmat yang tidak akan bisa kita hitung, sebagaimana firmal Allah dalam Annahl ayat
18 (dan apabila engkau hendak menghitung nikmat Allah, maka sesungguhnya engkau
tidak dapat menghitungnya). Shalawat dan salam semoga selamanya
tercurahlimpahkan kepada panuta kita baginda Rosulullah saw, kepada keluarga,
para sahabat dan seluruh umatnya dari awal hingga akhir zaman, semoga kita
semua tergolong yang akan mendapatkan syafaatnya kelak diyaumil qiyamah, amiin
YRA.
Yang saya hormati dan saya banggakan para pengurus MITI KM Wilayah
Sumbagsel dan seluruh anggota lembaga MITRA MITI KM Se Sumbagsel. Sebelumnya
saya sampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya berhubung di agenda Temu
Wilayah kemarin saya tidak dapat hadir, dan sekaligus saya sampaikan
terimakasih atas semua dedikasi dan partisipasi dari semua pihak yang ikut
serta mensukseskan rangakian acaranya. Saya pantau dari Jogja acaranya berjalan
dengan sangat baik dan lancar, semoga Allah memberkahi kita melalui acara
tersebut, aamiin YRA.
Selanjutnya saya sampaikan terimakasih kepada para pengurus MITI KM
atas program pembinaan mitra, memang idealnya pembinaan yang baik dilakukan
secara tatap muka, namun sesungguhnya kemudahan yang ditawarkan oleh teknologi
saat ini, sangat memungkin berbagai perubahan dalam aktivitas kehidupan kita,
salah satunya kegiatan pelatihan, workshop, kuliah, dapat dilakukan secara
tidak bertemu langsung melainkan dengan pendekatan dunia maya. Tentu apabila
dikaji berdasarkan teori evaluasi dalam pendidikan, barangkali konsep kuliah
online lebih banyak berdampak pada peningkatan dan perubahan ranah kognitif
peserta, sementara untuk afektif dan psikomotorik relatif tidak terlalu
signifikan, namun demikian mudah2an tidak mengurangi esensi dari topik yang
kita bahas saat ini, yaitu “Mau dibawa kemana pendidikan negeri ini?”.
Idealnya tema tersebut disajikan oleh pakar dibidang kebijakan
pendidikan, baik sebagai ilmuwan atau ahlinya maupun sebagai praktisinya.
Sedangkan saya paling hanya berusaha menyampaikan dari luar dunia tersebut,
karena kuliah saya bukan dibidang kebijakan pendidikan, melainkan di dunia
teknologi pendidikan. Sebelum saya mulai curah gagasan tentang tema tersebut,
barangkali ada yang mau memberikan pandangannya tentang dunia pendidikan kita?.
PEMBAHASAN
Baik kita mulai pembahasannya, berbicara tentang arah pendidikan,
maka kita sedang berbicara tentang tujuan pendidikan. Perlu dipahami bahwa
tujuan pendidikan merupakan hierarki dari tujuan pendidikan nasional, kemudian
diturunkan menjadi tujuan institusional/lembaga pendidikan, selanjutnya tujuan
mata pelajaran, hingga tujuan pada setiap pertemuan kegiatan pembalajaran.
Apabila diturunkan lagi akan kita temukan tujuan yang tercantum dalam
indikator-pembelajaran, dibawahnya lagi ada sub indikator yang kemudian
melahirkan kisi-kisi soal dan berujung pada pertanyaan yang dituangkan dalam
soal ulangan.
Dari serangkaian tahapan tujuan tersebut pada pokok ada tiga
dimensi yang menjadi target pencapaiannya, yakni pada dimensi pemahaman
(cognitive), keterampilan (psikomotorik) dan sikap (afektive). Hal itu senada
dengan pandangannya Bloom yang kemudian dijadikan teori setelah dikaji secara
ilmiah oleh banyak pakar pendidikan. Dalam Islam kita mengenal istilah yang
kurang lebih memiliki arti yang sama yakni, fikriah (akal/pengetahuan), rukhiyah
(hati/akhlak/ sikap) dan jasadiah (fisik/psikomotorik).
Lalu bagaimana tujuan pendidikan nasional kita? Jawabannya dapat
kita rujuk pada undang-undang no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional. Apabila kita hubungkan tujuan
pendidikan. Sebelumnya juga terdapat pada Undang-undang dasar tahun 1945 :
Pasal 31, ayat 3
menyebutkan, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.”
Pasal 31, ayat 5
menyebutkan, “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan
peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”
Adapun pada UU No 20 tahun 2003:
Pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Sedangkan menurut UNESCO :
Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara lain kecuali
melalui peningkatan mutu pendidikan. Berangkat dari pemikiran itu, Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) melalui lembaga UNESCO (United Nations, Educational,
Scientific and Cultural Organization) mencanangkan empat pilar pendidikan baik
untuk masa sekarang maupun masa depan, yakni: (1) learning to Know, (2)
learning to do (3) learning to be, dan (4) learning to live together. Dimana
keempat pilar pendidikan tersebut menggabungkan
tujuan-tujuan IQ, EQ dan SQ.
Sebelum kita bahas lebih lanjut mari kita bandingkan dengan tujuan
diturunkannya syariat Islam. Istilah tersebut kita kenal dengan sebutan Maqosid
Syari’ah yang pada intinya Islam diturunkan bertujuan untuk: 1) Menjaga dan
memelihara agama, 2) Menjaga dan memelihara jiwa, 3) Menjaga dan memeliharan
akal, 4) Menjaga dan memeliharan keturunan dan 5) Menjaga dan memelihara harta.
Pertanyaannya adalah apakah tujuan pendidikan kita sudah mampu membantu
pencapain tujuan diturunkannya syariat?
Tentu jawabannya
tergantung bagaimana perspektif penjawab. Boleh jadi sebelum menjawaba
pertanyaan tersebut mereka akan berargumen bahwa konsep agama dengan pendidikan
konvensional itu dua hal yang berbeda sehingga tidak dapat disatupadukan. Sebagaimana
tatanan negara dengan agama. Pandangan tersebut kita kenal dengan faham
liberalisme. Namun bukan itu yang kita bahas, melainkan bagaiamana konsistensi
dan komitmen semua elemen dalam dunia pendidikan negeri ini berupaya untuk
mencapai tujuan pendidikan negara kita?
Apabila kita mau
mencari tahu siapa saja pihak yang bertanggungjawab terhadap proses pencapaian
tujuan pendidikan negeri ini? Maka jawabannya bukan hanya mendikbud, atau
presiden, melainkan banyak pihak yang terlibat. Tentu dari sisi regulator maka
anggota dewan pada komisi pendidikan punya tugas yang teramat besar.
Berikutnnya dari sisi pengambil kebijakan maka pemerintah melalui menteri
pendidikan dan kebudayan dan menristek dikti, beserta jajarak struktural hingga
ke level instistusi terendah mereka juga bertanggungjawab. Para dirjen, para
dinas pendidikan, para pimpinan perguruan tinggi, sekolah atas, menengah dan
dasar hingga pra sekolah mereka bertanggung jawab.
Di samping itu dapat
juga kita kelompokan sebagaimana jalurnya, yakni ada jalur pendidikan formal,
nonformal dan informal. Maka jika kita mau mendata siapa saja yang
bertanggungjawab terhadap arah tujuan pendidikan negara kita, dari ketiga jalur
tersebut dapat kita data secara rinci. Dalam bidang pendidikan formal maka peran
guru, dosen, sangat penting. Pada pendidikan non formal baik pada lembaga
pemerintah maupun swasa juga bertanggungjawab seperti widiaiswara, pendamping,
pelatih, instruktur, tutor, dan bahkan guru ngaji, ustadz, pendeta, dan ian
sebagainya. adapun pada jalur pendidikan informal maka orang tua, dan orang
dewasa dirumah bertanggungjawab juga. Intinya adalah semua orang
bertanggungjawab atas pencapaian tujuan
pendidikan nasional. Tentu porsinya sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya.
Sekarang kita kaji tujuan pendidikan nasional pada pasal 3 UU no 20 tahun
2003. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Kita turunkan dalam beberapa point berikut:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan: 1) kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat, 2) dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, 3) bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, 4) berakhlak mulia, 5) sehat, 6) berilmu,
7) cakap, 8) kreatif, 9) mandiri, dan 10) menjadi warga
negara yang demokratis sert dan 11) bertanggung jawab
Dari total 11 indikator tersebut tinggal kita lihat relevansinya dalam
kehidupan kita sehari-hari. Apakah semuanya sudah tercapai? Apakah bangsa kita
sudah bermartabat? Bagaimana dengan pencapain IPM kita?
Berdasarkan Laporan Pembangunan Manusia 2015 Program Pembangunan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia
berada di peringkat ke-110 dari 188 negara dengan besaran 0,684 atau sama
dengan tahun sebelumnya. Posisi Indonesia sama dengan Gabon (salah satu negara
di Afrika yang merdeka pada 1960).
Berdasarkan pengukuran indikator IPM Indonesia pada tahun 2014, angka
harapan hidup 68,9 tahun, harapan tahun bersekolah 13, serta rata-rata waktu
sekolah yang dijalani individu berusia 25 tahun ke atas adalah 7,6 tahun.
Pendapatan nasional bruto per kapita 9.788 dollar AS (setara Rp 137,5 juta
dengan nilai tukar Rp 14.048).
Selanjutnya bagaimana pula dengan kualitas akhlak manusia Indonesia, ketika
masih banyak oknum pejabat yang korupsi, akhlak remaja yang memperihatikan,
yang terbaru tentang kekerahan seksual yang sangat menyedihkan, kualitas
kesehatan masyarakat indonesia, baik sehat fisik maupun hati dan pikirannya?
Bagaimana pula kualitas pengetahuan dan wawasan manusia indonesia, kemampuan
kreatif, mandiri dan kesadaran untuk menjadi warga negera yang demokratis,
ketika masih ada yang menganut paham anti demokratis, tidak mau terlibat
kegiatan pemilu dan lain sebagainya.
Apabila dalam kenyataannya masih terdapat ketimpangan antara tujuan ideal
dengan fakta-fakta di masyarakat, maka itu berarti tujuan pendidikan kita
berlum tercapai dan dengan begitu proses pendidikan harus terus berjalan dengan
berbagai perubahan inovasi baik dari sisi kebijakan maupun perbaikan pada
praktik pelaksanaannya.
Ketika kita mau berupaya untuk memperbaiki kegiatan praktik pendidikan maka
perhatikan 6 elemen pendidikan yang utama yakni tujuannya yakni kurikulumnya,
kemudian kualitas pendidiknya/guru, sarana dan prasarana yang mendukung, materi/konten
yang diajarkan pendidikan yang merupakan turunan dari kurikulumnya, selanjutnya
proses pelaksaannya/mutu proses dan yang terakhir proses evaluasi dan
pengambilan kebijakan pasca evaluasinya.
Selanjutnya mari kita ukur dan merefleksi diri kita masing-masing sebagai
insan akademik yang sedang menikmati proses pendidikan tinggi. Saya katakan
menikmati karena jumlah penduduk Indonesia yang berkesempatan kuliah masih
minoritas dibanding yang tidak dan pendidikan kita didanai oleh pemerintah yang
bersumber dari pajak masyrakat.
Mari kita takar kapasitas kita berdasarkan Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia (KKNI). Apa dan bagaimana KKNI dapat dipelajari di sini http://kkni-kemenristekdikti.org/peraturan.
Disana tertera dokumen uu no 12 tahun 2012, Perpres no 08 tahun 2012, kemudian permendikbud
no 73 tahun 2013 dan lain-lain.
Adapun ringkasan dari KKNI tersebut sebagaimana berikut :
KKNI LEVEL ENAM (SARJANA), meliputi
: 1) Mampu mengaplikasikan bidang keahliannya dan
memanfaatkan IPTEKS pada bidangnya dalam penyelesaian masalah serta mampu
beradaptasi terhadap situasi yang dihadapi. 2) Menguasai konsep teoritis bidang
pengetahuan tertentu secara umum dan konsep teoritis bagian khusus dalam bidang
pengetahuan tersebut secara mendalam, serta mampu memformulasikan penyelesaian
masalah prosedural. 3) Mampu mengambil keputusan yang tepat berdasarkan
analisis informasi dan data, dan mampu memberikan petunjuk dalam memilih
berbagai alternatif solusi secara mandiri dan kelompok. 4) Bertanggung
jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas pencapaian
hasil kerja organisasi.
KKNI LEVEL TUJUH (PROFESI) meliputi : 1) Mampu merencanakan dan mengelola sumberdaya di bawah
tanggung jawabnya, dan mengevaluasi secara komprehensif kerjanya
dengan memanfaatkan IPTEKS untuk menghasilkan langkah-langkah
pengembangan strategis organisasi. 2)
Mampu memecahkan permasalahan sains, teknologi, dan atau seni di dalam
bidang keilmuannya melalui pendekatan monodisipliner. 3) Mampu melakukan riset dan mengambil
keputusan strategis dengan akuntabilitas dan tanggung jawab penuh
atas semua aspek yang berada di bawah tanggung jawab bidang keahliannya.
KKNI LEVEL DELAPAN (MAGISTER) meliputi : 1) Mampu mengembangkan pengetahuan, teknologi, dan atau seni di
dalam bidang keilmuannya atau praktek profesionalnya melalui riset, hingga
menghasilkan karya inovatif dan teruji. 2) Mampu memecahkan permasalahan sains, teknologi, dan atau seni di dalam
bidang keilmuannya melalui pendekatan inter atau multidisipliner . 3) Mampu mengelola riset dan
pengembangan yang bermanfaat bagi masyarakat dan keilmuan, serta mampu mendapat
pengakuan nasional maupun internasional.
KKNI LEVEL SEMBILAN (DOKTOR) meliputi : 1) Mampu mengembangkan pengetahuan, teknologi, dan atau seni baru
di dalam bidang keilmuannya atau praktek profesionalnya melalui riset,
hingga menghasilkan karya kreatif, original, dan teruji. 2) Mampu memecahkan permasalahan sains, teknologi,
dan atau seni di dalam bidang keilmuannya melalui pendekatan inter, multi
atau transdisipliner. 3) Mampu mengelola, memimpin, dan mengembangkan riset dan
pengembangan yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan kemaslahatan umat
manusia, serta mampu mendapat pengakuan nasional maupun internasional.
Bagi rekan-rekan
yang sedang menempuh jenjang S1, maka kualifikasi standar minimal yang harus dikuasai
adalah kemampuan mengaplikasikan
bidang keahliannya dan memanfaatkan IPTEKS pada bidangnya dalam penyelesaian
masalah serta mampu beradaptasi terhadap situasi yang dihadapi. Menguasai konsep teoritis bidang
pengetahuan tertentu secara umum dan konsep teoritis bagian khusus dalam bidang
pengetahuan tersebut secara mendalam, serta mampu memformulasikan penyelesaian
masalah prosedural. Mampu mengambil keputusan yang tepat
berdasarkan analisis informasi dan data, dan mampu memberikan petunjuk dalam
memilih berbagai alternatif solusi secara mandiri dan kelompok. Bertanggung
jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas pencapaian
hasil kerja organisasi.
Sudahkah Anda menguasainya?
SIMPULAN
Pendidikan adalah
upaya sadar untuk memanusiakan manusia menjadi manusia yang seutuhnya (insan kamil).
Maka untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut perlu kita sepakati indikator-indikatornya.
Hasan Albana menawarkan 10 indikator seseorang yang masuk kategori manusia yang
seutuhnya antara lain: benar akidahnya, benar tata cara ibadahnya, baik akhlaknya,
sehat dan kuat jasmaninya, luas wawasan dan pengetahuannya, bersungguh-sungguhnya
dalam mencapai usahanya, baik manajemen waktunya, baik manajemen aktivitasnya, mandiri
secara finansial, dan memberikan banyak manfaat kepada lingkungannya. 10 indikator
insan kamil tersebut sangat sejalan dengan tuntutan hidup manusia yakni Alquran
dan hadist Nabi Muhammad SAW.
Demikian semoga
bermanfaat.
Yogyakarta, 27 Mei
2016
Jam 17.00-19. 30
WIB.
Komentar
Posting Komentar
You can give whatever messages for me,,