Pembaca yang budiman, tulisan ini
saya buat tepat pada hari saya dinyatakan lulus secara sah dari jenjang
magister Program Studi Teknologi Pendidikan Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta,
pada hari Rabu, 29 Juni 2016. Tulisan ini berlatarkan syukur dan bermuatan
cerita sederhana yang semoga bermanfaat untuk para pembaca khususnya bagi yang
berniat untuk menempuh studi pascasarjana maupun yang saat ini sedang
menempuhnya.
Saya ingin mengawalinya dengan
kalimah yang familiar “Laahaula walaa
quwwata illa billahil’aliyin adzim”, yang berarti tidak ada daya dan
kekuatan kecuali dengan ijin Allah”. Sejujurnya saya amat bersyukur dapat
menyelesaikan jenjang S2. Sebagai anak desa yang jauh dari budaya melek
akademik tinggi di lingkungan masyarakat tentu ini sebuah pencapaian
tersendiri. Maklum kedua orang tua saya hanya tamatan sekolah dasar dan
rata-rata pendidikan masyarakat baru level SMP. Faktornya banyak, mulai dari
minat yang rendah, ketakutan atas biaya yang harus dikeluarkan dan yang tidak
kalah penting adalah belum terbangunnya budaya belajar diperguruan tinggi. Saya
sendiri, motivasi lanjut studi pertama kali saya dapatkan dari guru dan dosen.
Memang sejak kelas 2 SD pernah menyampaikan secara lisan kepada Ibu saya, bahwa
saya ingin kuliah (walaupun saat itu belum terbayang bagaimana proses kuliah
yang sesunggunya, yang terbayang hanya ingin merasakan studi yang lebih tinggi
dari jenjang SMA).
Setiap cerita studi saya selalu
mengandung pelajaran yang berharga khususnya untuk saya dan keluarga, karena
proses untuk bisa kuliah melalui proses yang panjang dan sangat melelahkan,
terutama kedua orang tua yang paling banyak saya repotkan berkaitan dengan
kebutuhan selama studi saya. Kedua orang tua sebagai orang yang tidak
berpenghasilan tetap (wiraswasta), maka yang namanya uang itu bukan perkara
yang mudah untuk didapatkan, namun setiap akhir proses studi selalu ada syukur
yang begitu mendalam yang pada intinya, boleh jadi bagi manusia itu sulit, tapi
tidak bagi Allah, bersamaNya semua menjadi sangat ringan.
Sedikit mengenang masa lalu, ketika
saya kelas 12 SMAN 1 Tatelong Garut, saya sempat hampir down karena ayah pernah
hampir menghampuskan salah satu mimpi saya untuk bisa jadi sarjana, saat itu
momentnya sangat dekat dengan moment UAN, namun Ibu saya yang terus memotivasi agar saya tetap bisa
mempertahankan prestasi saya dan meminta saya untuk semangat melanjutkan studi.
Waktu itu saya tahu persis Ibu sendiri
seperti kurang yakin, karena orang bilang kuliah itu butuh uang banyak, bahkan
ada tetangga yang harus menjual sawah dan ladangnya untuk membantu
menyelesaikan biaya kuliah anaknya. Mungkin itu salah satu faktor yang membuat
mereka takut.
Berdasarkan hal itulah sejak saya
memulai proses studi S1 sampai detik ini saya punya kebiasaan mencatatkan semua
pengeluaran dan pendapatan saya sekecil apapun. Saya sudah memiliki 3 buku
catatan keuangan sejak masuk S1. Setiap pengeluaran harian saya tuliskan tanpa
terkecuali, begitupun pemasukannya. Berdasarkan catatan itulah saya bisa bicara
data dan fakta yang bisa Anda ketahui bahwa untuk dapat menyelesaikan studi
jenjang sarjana dan magister itu butuh modal salah satunya dana (uang). Tentu
uang bukan satu-satunya modal, masih ada modal yang lebih utama yakni niat yang
kuat serta kesungguhan yang membaja.
Saya sampaikan sepintas waktu saya
wisuda S1, total biaya yang dikeluarkan sejak mendaftar kuliah di UPI hingga
wisuda sarjana mencapai angka kurang lebih RP. 99.906.450, selama 9 semester.
Dari total tersebut, tercatat untuk kebutuhan murni biaya kuliah yang terdiri
dari uang masuk, SPP, dan wisuda jumlahnya tidak sampai Rp. 17.000.000, berarti
biaya hidupnya yang besar. Padahal dari total 4,5 tahun, saya hanya bayar kost
untuk kurun waktu 1,5 tahun, selebihnya saya berkhidmat di Masjid Baiturrahman
Gerlong Tengah. Data lainnya menunjukan bahwa berdasarkan jumlah angka
pengeluaran tersebut, tercatat pemberian dari orang tua mencapai angka kurang
lebih Rp. 55.000.000. Sisanya berasal dari pemasukan lain selain orang tua,
diantaranya dari uang beasiswa dan penghasilan pribadi. Namun intinya ketika
saya melaporkan catatan keuangan kepada kedua orang tua, keduanya kaget dan
beryukur pada Allah, karena akhirnya saya bisa lulus dengan tanpa menjual sawah
dan tanpa memiliki utang. Artinya Allah membukakan rizki dari jalan yang tidak
terduga.
Berikutnya saya ingin menampilkan
data tentang keuangan selama kuliah S2. Berdasarkan catatan keuangan saya, dari
awal registrasi sampai yudisium jumlah total pengeluaran mencapai angka Rp.77.578.850
untuk jangka waktu dari Mei 2014-Juni 2016 (25 bulan). Angka yang cukup besar
dibandingkan dengan total pengeluaran S1 selama 4,5 tahun. Dari total
pengeluaran tersebut tercatat untuk kebutuhan murni biaya studi mencapai angka
Rp. 32.725.000 meliputi registrasi Rp. 300.000, uang dana bangunan Rp.
1.500.000, SPP selama 4 semester Rp. 30.000.000 dan yudisium + wisuda Rp.
925.000. Sedangkan sisanya untuk kebutuhan hidup meliputi akomodasi makan dan
minum, pakaian, transportasi, komunikasi, beli dan copy buku serta tugas-tugas
kuliah mencapai angka Rp. 44.853.850, apabila dirata-ratakan perbulan
menghabiskan uang Rp. 1.794.154.
Padahal selama di Yogyakarta saya hanya kost 2 bulan selebihnya berkhidmat di
Masjid Baitul Hidayah Bandara Adisutjipto Yogyakarta. Di samping itu saya tidak
pernah satu kalipun meloundry pakaian saya, bukan karena ingin lebih menghemat
karena harga loundry di Jogja jauh lebih murah dibanding loundry di Bandung,
tapi saya berazam untuk mempraktikan pesan salah satu dosen saya yang juga
Dekan FIP UNY, beliau pernah berujar dalam salah satu pertemuan dikelas,
katanya “salah satu indikator kemandirian seorang mahasiswa adalah mencuci
pakaiannya sendiri”. Barangkali seandainya saya tinggal di kost ditambah dengan
pengeluaran loundry tentu angkanya akan lebih besar lagi.
Pertanyaan
selanjutnya dari mana uang tersebut? Berdasarkan catatan buku keuangan saya,
sumbernya berasal dari dua sumebr utama, pertama orang tua sebesar Rp. 36.310.000 dan sisanya berasal dari sumber non orang
tua meliputi pendapatan pribadi, hibah penelitian, mengisi acara, lomba dan
lain-lain mencapai angka Rp. 41.268.850. Angka ini seolah-olah angka
yang ajaib, bayangkan saja, saya kuliah tidak sambil bekerja, dalam 25 bulan
bisa mendapatkan uang sebesar itu? Lagi-lagi Allah lebih tahu apa yang
dibutuhkan oleh hambaNya. Tidak ada kalimat yang paling tepat bagi saya selain
syukur alhamdulillah. Selain itu saya mencatat ada sekitar Rp. 12.260.900 jenis penerimaan non uang yang
saya konversikan dengan kisaran angka dalam rupiah. Jenisnya banyak baik dalam
bentuk sandang, pangan maupun pelayanan akomodasi, barang dan lain sebagainya.
Semoga Allah membalas semua kebaikan mereka yang tidak mungkin saya sebutkan
satu-persatu.
Inti dari apa
yang saya hendak sampaikan melalui tulisan ini bukan tentang angka-angka
tersebut, karena boleh jadi angka tersebut bukan masalah bagi Anda para pembaca
sekalian. Tapi pelajarannya adalah bahwa modal untuk dapat menyelesaikan studi
baik jenjang diploma, sarjana, magister maupun doktor itu tidak kecil alias
MAHAL. Maka janganlah berleha-leha, janganlah main-main, janganlah asal-asalan,
jangan seenak e dewe. Ingat orang tua kita yang sudah bekerja keras untuk
membantu menyelesaikan pendidikan kita agar kita menjadi keturunan yang lebih
beruntung dari mereka. Apalagi kita yang kuliah diperguruan tinggi, sekian
persen kebutuhan kita dipenuhi dari APBN yang bersumber dari pajak masyarakat,
artinya ada hasil keringat mereka yang kita nikmati. Pesan ini saya sampaikan
sebagai motivasi dan pengingat untuk kawan-kawan yang saat ini masih berproses
dalam menyelesaikan studinya. Terutama untuk kawan-kawan yang seharusnya sudah
selesai namun tidak kunjung selesai yang faktor penyebabnya adalah rendahnya
kesadaran dan motivasi diri untuk menyelesaikannya.
Selanjutnya juga
saya hendak mengingatkan dengan penuh cinta untuk saudara-saudara saya yang
terkendala dalam menyelesaikan studi dengan alasan sibuk di organisasi. Apapun
jenis dan karakter organisasinya. Rumusnya adalah jika Anda berorganisasi
ikhlas untuk mencari ilmu, pengalaman dan pengembangan diri, dan untuk belajar
berkarya agar dapat bermanfaat, maka itu adalah kebaikan yang secara fitrah
tidak mungkin berseberangkan fitrahnya dengan kebaikan studi. Idealnya mereka
yang kuliah sambil organisasi maka keduanya harus lancar beriringan, karena keduanya
adalah kewajiban yang juga kebaikan. STOP paradigma mengKAMBINGhitamkan kesibukan
organisasi yang membuat nilai Anda JEBLOK, sehingga Anda TELAT LULUS. Tentu berbeda
ceritanya bagi mereka yang sambil bekerja menafkahi diri dan keluarganya, namun
pada intinya semua tugas dan tanggungjawab kita harus kita tunaikan dengan
tuntas dan ikhlas.
Pengalaman saya
sendiri dapat disimpulkan, semakin kita sibuk dalam organisasi dengan tetap
menjaga irama studi secara beriringan, maka keduanya saling mendukung, saya
masih ingat ketika menjadi menjuarai mapres UPI tahun 2011 pada saat sedang
sibuk menyelesaikan amanah sebagai ketua program tutorial PAI MKDU UPI, saat
itu saya sedang membuat sistem fiskal kepengurusan, yang biasanya pengurus inti
tutorial adalah mahasiswa yang sudah mengindak masa studi semester 7 & 8
yang harusnya sudah fokus skripsi akibatnya banyak kakak tingkat yang terpaksa
harus menambah 1-2 semester. Melalui kebijakan yang kami jalankan saat itu, alhamdulillah skripsi tidak jadi
masalah karena pengurus inti terdiri dari mahasiswa semester 6 & 7, namun resikonya saya
harus menambah masa kepempinan di organisasi.
Cerita lainnya,
Indeks prestasi saya selalu pada top level ketika saya sedang berada pada top
leader di organisasi yang saya ikuti. Hal itu terjadi sejak S1 sampai kemarin
S2. Ketika saya masuk pascasarjan UNY, IP saya hanya 3,8 sekian, tapi ketika
saya sudah diberikan amanah sebagai Ketua Keluarga Mahasiswa Pascasarjana UNY
alhamdulillah IPnya 4 terus sampai lulus. Pesan utamanya kesibukan di
organisasi seharusnya memotivasi lebih untuk senantiasa menjadi performa
terbaik dalam urusan akademik, karena secara tidak langsung kita sedang menjadi
pewajahan organisasi kita. Salah satu motivasi saya menjadi lulusan tercepat
prodi TP angkatan 2014 adalah karena saat ini sedang menyandang amanah sebagai
ketua organisasi keilmuan nasional MITI KM. Saya ingin menjadi contoh yang baik
bagi pengurus dan anggota serta mitra kami di MITI KM bahwa aktif di organisasi
kelimuan mahasiswa idealnya harus mendukung proses pencapaian mutu akademik
kita. Di samping budaya-budaya lain yang menjadi tolok ukur pewajahan kita di
sana.
Pertanyaan
terakhir, bagaimana mengelola visi, misi, dan strategi agar semua amanah dan
tanggungjawab kita baik tanggung jawab akademik, organisasi, tuntutan keluarga,
tuntutan masa depan dapat terkelola dengan baik? Jawabannya adalah pembiasan
untuk berpikir lebih, dan bertindak lebih dari yang biasa orang pikirkan dan orang
lain lakukan (think more and do more).
InsyaAllah kita punya potensi yang sama yakni waktu 24 jam dalam sehari
semalam, dan kita punya potensi lainnya yakni akal dan nalar, tinggal bagaimana
kita dapat mensyukurinya dengan cara mengasah dan melatihnya agar berdaya
manfaat yang besar.
Di organisasi
Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia kami belajar tentang tata nilai KPK
(Kompeten, Profesional dan Kontributif). Kami belajar menjadi orang-orang yang
kompeten pada bidang ilmu kami, kami belajar bekerja profesional pada semua
amanah dan tanggungjawab kami, serta kami belajar menjadi pribadi yang
bermanfaat dari semua potensi yang kami miliki.
Tips berikutnya
adalah jangan jadi orang yang egois yang hanya memikirkan diri sendiri,
jadikanlah diri kita berdaya manfaat untuk lingkungan kita, organisasi adalah
salah satu cara kita mengasah diri dan memberi manfaat lebih dari orang lain
yang study oriented. Terlebih
organisasinya memiliki visi dan misi keumatan, visi dan misi para nabi dan
rosul, misinya para ulama, yakni jadi penebar kebaikan. Maka insyaAllah kita
pasti akan mendapatkan bantuan kemudahan yang tidak terduga. Dasarnya adalah firman Allah “Wahai
orang-orang yang beriman, jika kamu menolong agama Allah, niscara Allah akan
menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu (Muhamamd:7)”.
Saya memang
tidak hendak mengklaim bahwa kemudahan dan kelancaran proses penyelesaian studi
dikarenakan apa yang sudah saya lakukan, sebagaimana surga Allah berikan kepada
hambaNya bukan atas amal dari sang hamba melainkan murni karunia dan rahmat
Allah semata. Seperti proses ijin penelitian yang relatif mudah, pengambilan
data yang relatif lancar, pengolahan data yang tidak terkendal, bahkan proses
menuju ujian yang lancar, serta proses revisi pasca ujian yang bisa selesai
dalam waktu 5 hari. Saya ujian tanggal 15 juni, tanggal 22 saya sudah selesai
pengesahan tesis dan tanggal 24 sudah selesai daftar yudisium. Sedangkan
rekan-rekan yang lain ada yang sudah ujian satu bulan lebih dulu namun belum
berkesempatan untuk yudisium. Semuanya Allah yang ngatur, alhamdulillahirabil’alamin.
Demikian semoga
bermanfaat, mohon maaf kalau ada pernyataan yang kurang berkenan, mohon
dimaklumi, jika ada kebaikan yang dapat dipetik semoga dapat berdaya guna untuk
para pembaca sekalian, amin yra.
Yogyakarta, 29 Juni 2016
Jam 22.00- 23.54 WIB.
Izin share kang
BalasHapusIzin share kang
BalasHapusmonggo teh Ernawati
BalasHapusInspiratif ^_^
BalasHapusMas Ence memang inspiratif ;)
BalasHapusTerimakasih sharingnya pak
BalasHapusTulisan jenengan mmbuat saya berefleksi
Sukses selalu
Terimakasih sharingnya pak
BalasHapusTulisan jenengan mmbuat saya berefleksi
Sukses selalu
alhamdulillah semoga bermanfaat :-) Salam kenal semuanya
BalasHapusInspiratif...
BalasHapusTerangkum semua mas, izin share
Super sekali pak, think more do more.
BalasHapusSubhanallah sekali, mas Ence. Barakallah.
BalasHapusKalau s3 nanti di luar negeri, mas. Aamiin...
monggo Mba Uyun,
BalasHapusdimanapun insyaAllah kudu yang terbaik mas @yudi,
Bismillah
Masha Allah kisahnya, bagus nged, terikasih artikelnya semoga abis baca ini saya jadi lebih baik juga hue hue hue, jazakAllah khair
BalasHapusIzin share pak :)
BalasHapusSandgate inspiratif
sangat mengispirasi Kak, saya bangga menjadi mahasiswa teknologi pendidikan semoga kelak bisa menyusul S2 seperti kakak, izin share Kak.
BalasHapusalhamdulillah barokallah teman2
BalasHapusWuahh.. teliti banget sampe ada 50 rupiah jg dicantumin
BalasHapusTulisannya inspiratif. Membuka mata n hati, apalagi buat sy yg kuliahny dibiayain bapak ibu. Dapet beasiswa cuma beberapa kali.
Wuahh.. teliti banget sampe ada 50 rupiah jg dicantumin
BalasHapusTulisannya inspiratif. Membuka mata n hati, apalagi buat sy yg kuliahny dibiayain bapak ibu. Dapet beasiswa cuma beberapa kali.
Iya Mba fira
HapusMau cari cover CD untuk tesis eh ternyata nemu beginian.
BalasHapusApakabar mas? sudah lama ya ninggalin jogja hehe
Jempol deh buat mas ence, saya termasuk yang malas dan saya tidak mau cari kambing untuk disate hehe
Nilai jeblok, dll saya alami sendiri karena malas hehe. Ujung-ujungnya mikir, gimana mau dapat kerja?
Ngeliat angkanya, Masyaallah gede.
Jujur pengen belajar jadi kaya mas ence nih
Semangat ayah muda @firdaus Muqorrobin, senang bisa berkenalan selama di Jogja.
BalasHapusJogja memang istimewa :D
Keren kang amang,salut!
BalasHapusso inspirative, pak dosen
BalasHapus