KATA PENGANTAR
Alhamdulilah, atas ijin dan karunia Allah, pada kesempatan ini, saya bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “PSIKOLOGI OKNUM TINDAKAN KECURANGAN DALAM REKRUTMENT PEGAWAI NEGERI SIPIL TENAGA PENDIDIK SERTA DAMPAKNYA DALAM PERJALANAN KARIR PENGABDIAN KEPADA NEGERANYA.”,
Dalam makalah ini, saya memaparkan kejadian yang ternyata telah terjadi sejak lama, bahkan hal tidak benar ini karena kebiasaan, sehingga hampir telah dianggap hal biasa, yang menurut saya tidak seharusnya dibiasakan. Dalam makalah ini, saya uraikan tentang faktor pendorong pelaku melakukan tindakan tidak baik ini dan tidak tertinggal sayapun membahas tentang dampak secara psikologis bagi para pelakunya, serta pengaruh bagi pelakunya dalam rangka menjalankan kewajibannya sebagai pendidik.
Demikian pengantar dari Saya, semoga makalah singkat dan sederhana ini, kemudian bisa bernilai manfaat besar bagi siapapun yang membacanya, terutama bisa kita petik nilai-nilai baiknya dan kita terapkan dalam kehidupan nyata kita, amin.
Bandung, 14 Januari 2010
Penyusun
Ence Surahman
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah tulang punggung suatu bangsa, menjadi tolok ukur maju tidaknya suatu peradaban, sebagai patokan ketercapaian manusia dalam rangka mengaktulisasikan dirinya sebagai makhluk yang unggul dari pada makhluk lain yang Allah ciptakan. Pendidikan dalam tatatan proses sebagai suatu sistem yang bekerja secara sistemik dan sistematis, berpacu pada aturan dan hukum, berorientasi pada asas kebermanfaatan untuk khalayak, bahkan dibeberapa negara, saking pentingnya pendidikan, semua warga negaranya diwajibkan untuk memperoleh pendidikan dan dibiayai oleh pemerintah. Saat inipun kita tahu, diindonesia sendiri sejak tahun tahun 2006 wajar diknas 9 tahun, memperoleh bantuan pembiayaan operasional dari pemerintah. Barangkali ini menjadi penguatan bagaiamana semua orang, baik perorangan ataupun atas nama institusi begitu meyakini wajibnya anak bangsa berpendidikan, sekalipun wajibnya baru sampai tingkat SMP, namun setidaknya, dengan begitu anak yang berpendidikan tidak akan sama dengan anak yang sama sekali tidak memperoleh sentuhan pendidikan, baik melalui jalur formal, informal dan juga nonformal.
Sebagai suatu sistem, tentu dalam proses pendidikan mempunyai beberapa komponen atau subsistem, yang mana komponen-komponen itu tidak boleh hilang keberadaaannya karena akan menganggu jalannya sistem pendidikan, sementara kenyataan dilapangan, subjek-subjek subsistem yang menopang jalannya sistem pendidikan, adakalanya bahkan dirasa harus mengalami perombakan, perubahan, dan pergantian, misalnya tenaga pendidik yang sudah tua, dipensiunkan dan diganti dengan pengangkatan yang masih muda baik statusnya sebagai Pegawai Negeri Sispil (PNS) ataupun sebagai tenaga honorer, namun kesemuaanyya itu menjadi perlu dilaksanakan.
Selain contoh diatas, komponen yang berwujud, ada juga pergantian atau perombakan komponen pendidikan yang non materil seperti perombakan akibat inovasi atau pembaharuan struktur dan sistem kurikulum, diindonesia sendiri pasca penetapan UU No 20 Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003, telah terjadi 2 kali perubahan yaitu ke Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) tahun 2004-2006 dan terakhir adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang lebih kita kenal dengan sebutan (KTSP).
Dalam makalah ini, kita tidak akan membahas tentang kurikulum pendidikan indonesia, atau komponen-komponen sistem pendidikannya. Sesuai dengan judul makalah yang saya angkat untuk dibahas, maka saya akan mengangkat terkait dengan proses rekruitasi tenaga nendidik untuk jadi Pegawasi Negeri Sipil (PNS) dilingkungan pendidikan, yang dibeberapa tempat rekruitasi terkadang dibumbui isu tidak sedap dengan adanya praktek kecurangan dari para peserta dengan panitia penjaringan calon menjadi pendidik PNS. Khususnya saya akan mengupas tuntas dari sudut pandang atau kaca mata psikologis para pelakunya serta dampaknya bagi mereka dalam rangka perjalanan pengabdian kepada negaranya. Apakah berjalan baik, dan aman-aman saja, atau bagimana? Dan sebelum masuk pada pembahasannya, alangkah lebih baik jika saja terlebih dahulu memaparkan latar belakang penulisan, rumusan masalahnya, tujuan ditulis serta manfaat dan sistematika penulisan makalah ini. Saya urutkan seusui dengan aturan penulisan makalah yang berlaku dilingkungan UPI tentunya.
1.1 Latar Belakang Permasalahan
Rekrutmen tenaga pendidik PNS, dilaksanakan pemerintah ketika dilapangan membutuhkan suplai tenaga baru. Pelaksanaannya diatur sesuai peraturan yang berlaku. Kaitannya dengan makalah ini, yang melatarbelakangi penulisan makalah ini adalah:
a. Adanya isu yang menyebar dikalangan masyarakat pada saat-saat dilaksanakannya rekruitasi pegawai negeri sipil untuk tenaga pendidik, yang tersebar isu, yang lolos seleski ternyata lolosnya karena mereka telah mengeluarkan sejumlah uang yang tidak sedikit agar dirinya bisa lolos seleksi.
b. Isu itu tidak berhenti samapai dimulut orang saja, dan telah memunculkan kecemburuan sosial yang sangat sensitif bagi peserta seleksi yang lain yang tidak lolos karena hanya bermodalkan kemampuan otaknya, dan inipun harus dicarikan solusinya bagaimana menghilangkan sakit hati peserta yang tak ber-uang sehinggga tidak bisa lolos seleksi,
c. Dari pelaku penyogokan sendiri, akhirnya walaupun bahagia telah diterima sebagai PNS, ternyata muncul kekhawatiran dalam benaknya, yaitu kahwatir tidak bisa mengajar dengan baik, karena memang kebanyakan yang lolos itu dengan cara menyuap itu dilakukan oleh orang yang kemampuan secara akademisnya kurang, namun ingin lolos seleksi sehingga melakukan proses suap-menyuap.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun yang kemudian menjadi catatan saya, untuk jadi rumusan masalah dalam makalah yang saya tulis ini diantaranya:
a. Kesalahan pihak manakah, sehinggga kecurangan itu bisa terjadi? Dan apakah itu bagian dari prosedur perekrutan PNS khususnya tenaga pendidik?
b. Apakah kecurangan itu hanya beberapa persen saja (minoritas) ataukah memang jumlahnya mayoritas?
c. Apa yang menjadi motif mereka melakukannya?
d. Bagaimana dampak psikologis bagi para pelaku yang terlibat dalam prosesnya?
e. Berkaitan dengan tanggung jawab mereka sebagai pendidik, dalam masa jabatannya, apakah praktek suap sejumlah uang akan memperngaruhi kualitas kinerjanya?
1.3 Tujuan Penyusunan
Makalah ini saya susun, dengan maksud dan tujuan yang insya Allah baik, yaitu diantara tujuannya adalah sebagai berikut:
1. Mengungkap tabir yang selama ini telah terjadi, yang seharusnya tidak terjadi.
2. Menguraikan motif-motif yang mendorong pelaku (oknum) melakukannya,
3. Menjelaskan pihak-pihak yang dirugikan dan yang untung.
4. Menganalisis dampak secara sikologis bagi pelakunya serta pengaruhnya terhadap kinerjanya selama pengabdian.
1.4 Manfaat Penyusunan
Setelah para pembaca menelaah isi dari makalah ini, insya Allah, akan memperoleh kejelasan, mengapa praktek makar itu bisa terjadi, dan apa motifnya? Yang secara sistematis manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Pembaca memahami latar belakang, terjadinya praktek suap menyuap dalam proses tersebut?
2. Pembaca memahami tujuan pelaku melakukannya?
3. Pembaca akan memahami tentang dampak secara psikologis bagi para pelakunya,
4. Serta pembaca akan mengetahui pengaruh dari dampak psikologisnya itu terhadap kualitas kinerja para pelaku suap menyuap itu.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini secara umum, terbagi menjadi 3 Bab, sebagaimana makalah-makalah pada umumnya, diantaranya
Bab I berisi pendahuluan, latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat beserta sistematika penulisannya,
Bab II berisi pemaparan materi yang dibahas yaitu tentang Psikologi Oknum Pelaku Tindakan Kecurangan Dalam Rekrutment Pegawai Negeri Sipil Tenaga Pendidik Serta Dampaknya Dalam Perjalanan Karir PEngabdian pada Negaranya, yang manjadi judul makalah ini, dan
Bab III berisi penutup yang didalamnya terdapat sipulan dan saran,
BAB II
Psikologi Oknum Pelaku Tindakan Kecurangan Dalam Rekrutment Pegawai Negeri Sipil Tenaga Pendidik Serta Dampaknya Dalam Perjalanan Karir Pengabdian Diri Kepada Negaranya
Kajian teoritis
Psikologi berasal dari asal kata psiche yang berarti jiwa, dan logos yang diartikan ilmu, keduanya berasal dari bahasa Yunani, jadi secara etimologi atau secara tata bahasa, Psikologi berarti ilmu tentang jiwa, yang mengungkap rahasia-rahasia seputar permasalahan jiwa manusia. Memang kalau kita berbicara tentang jiwa, akan sangat panjang bahasannya, apalagi kitapun mengenal yang disebut jiwa yang sadar, jiwa yang dibawah sadar, juga jiwa yang tak sadar. Ada juga istilah lain dalam hal kejiwaan itu yaitu jiwa yang sehat dan jiwa yang tidak sehat (sakit).
Dalam memperlajari kejiwaan keduanya pun tentu berbeda, dengan pendekatan yang berbeda pula, maka biarlah, agar tidak terlalu pusing memikirkannya, pembahasan kejiwaan pada kesempatan ini kita persempit pada ranah jiwa yang sehat, yang lebih spesifiknya kita akan membicarakan terkait dengan dorongan-dorongan kejiwaan yang mendorong seseorang untuk melakukan hal-hal yang tidak baik, menyalahi aturan dan dianggap bisa merugikan orang lain, lalu mengapa hal itu masih saja bisa terjadi dan bahkan kasusnya saat ini banyak sekali ditengah-tengah kita.
Pada dasarnya pada jiwa yang hidup –dalam artian tidak mati atau masih bisa melakukan serangkaian proses kehidupan- tentu selalu ada hasrat untuk berkehendak, kita pun tentu merasa, dalam hal ini berkehendak yang saya maksud bisa berkehendak baik bisa juga berkehendak tidak baik. Kehendak baik akan memunculkan kebaikan-kebaikan dan begitu pula sebaliknya. Kehendak baik dan tidak baik muncul tergantung motif apa yang mendorongnya, tergantung situasi dan kondisi dimana individu itu berada, dan dalam situasi seperti apa.
Kitapun hidup dan mempertahankan kehidupan, merupakan bagian dari hasrat untuk hidup, karena kita punya hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan kita, sehingga hal lain yang sistemik yang kita lakukan adalah, kita makan, agar suplai energi tubuh kita tidak kekurangan, tetap terjaga, kita pun berolah raga, kalau sakit kita berobat, itulah contoh bagian dari proses hasrat dalam jiwa.
Kembali ke awal pembahasan, bahwa yang namanya dorongan bertindak itu bisa dorongan positif dan juga bisa dorongan negatif. Adapun dalam asalah ini contoh tindakannya adalah melakukan proses menyuap panitia penyaringan Pegawai Negeri sispil (PNS) yang dilakukan oleh peserta agara tesnya lolos, yaitu dengan memasukan sejumlah uang pelicin. Jelas dalam hal ini ada motif yang sangat kuat yang mempengaruhinya,
Motif pendorong
Menurut hemat saya, yang menjadi motif terjadinya proses itu diantaranya:
a. Terciptanya satu paradigma bahwa berprofesi sebagai PNS, adalah profesi yang menjanjikan, karena setiap awal bulan pasti akan memperoleh gaji, sehingga punya kepastian waktu punya atau tidak punya uangnya.
b. Kebanyakan orang yang bekerja sebagai PNS, rata-rata hidup berkecukupan, dibanding pekerjaan yang lainnya, apalagi kerja kontrak di pabrik yang rentan dengan PHK, sehingga orang berpikir mending jadi PNS ,
c. Kerja jadi PNS, biasanya kerjanya lebih santai, tidak seperti tukang kuli yang harus mengerahkan otot dan tenaganya agar bisa mendapatkan upah.
d. Kerja jadi PNS, sekalipun sudah tidak kerja pada masa pensiunan tetap masih bisa menikmati gajinya walaupun lebih kecil,
e. Apalagi sekarang-sekarang ini, PNS tenaga pendidik yang suah sertfifikasi gajinya mejadi lebih besar, dan itu semakin membuat orang tertarik untuk menggapainya,
Barangkali hal-hal diatas menjadi pemicu orang ingin mencari pengahsilan tetap yaitu bekerja menjadi PNS, baik itu guru ataupn yang lainnya, namun dalm hal ini yang sedang kita bahas adalah PNS guru.
Namun sangat disayangkan karena ambisi yang terlalu mengebu-gebu, an karena sangat ingin memperoleh pekerjaan itu sehinggga tidak sedikit orang yang melakukan segala cara, macam manufer ditempuhnya, walaupaun mereka juga tahu bahwa yang dilakukannya itu tidak benar, dan menyalahi aturan.
Sedikit kemasa lalu, saya pernah bertanya kepada beberapa orang tua yang ketika masih mudanya cukup berpengaruh, kata mereka dulu ketika ditawari untuk jadi guru (PNS) mereka pada tidak mau, karena gajinya yang sangat kecil, sehingga mereka lebih memilih memelihara ternak, daripada jadi guru, berbeda dengan sekarang, sekalipun spersaingannya semakin ketat, namun orang-orang malah menjadi semakin mau memperolehnya.
Paktor pendorong terjadinya proses kecurangan-kecurangan
Menurut hemat saya, yang menjadi faktor dominan mendorong orang melakukan praktek suap diantaranya:
1. Ketidak pahaman akan hakikat mendidik, maksud saya, sekalipun saat ini menjadi pendidik tidak bisa sembarangan (mendidik dalam jalur formal) artinya harus melewati beberapa tahapan, terkait saat ini pendidik menjadi sebuah profesi, dan kita pun tahu bahwa profesi menuntut keprofesionlan dala bekerja, namun menurut hemat saya, harus dibedakan antara mengejar materi dengan aktivitas mendidik, aktivitas mendidik seharusnya dipandang sebagai bentuk pengabdian kepada negara. Kaitannya dengan para pelaku suap, berarti mereka tidak memahami hakikat mendidik secara fundamental,
2. Kesalahan mempersepsi sesuatu hal. Sekali lagi mendidik bukan pekerjaan yang sama dengan berdagang, bisnis dsb, namun mendidik adalah aktivitas yang hendaknya dilakukan secara ikhlas, sebagai mana yang dilakukan oleh para guru jaman dahulu, sehingga mereka bergelar pahlawan tanpa tanda jasa, dan melihat keadaan seperti saat ini, saya menjadi sanksi untuk memberikan gelar tersebut kepda para guru yang memposisikan mendidik sebagai lahan memperoleh penghidupan, dan seperti disamakan dengan berbisnis, berdagang, dll.
3. Faktor lain yang tidak kalh besar perannya, adalah sistem birokrasi indonesia saat ini, masih terlilit dengan sistem korup, sistem yang suka menghilangkan sustu yang tidak seharusnya hilang, dan brang kali sistem yang sudah mengakar kuat ini, sangat sulit untuk ditumpas, karena memang susah mnghilangkannya, sistem korup, menajdi seolah-olah sebuah kebiasaan, sehingga dengan mudahnya orang membenarkan kebiasaan-kebiasaaan itu walaupun kebiasaan yang tidak baik, dan karena sistem ini sudah seolah membudaya, dianggapnya kecurangan-kecurangan itu dianggap benar, orang menjadi terjebak untuk membenarkan kebiasaan bukan membiasakan yang benar. Dan inilah masalah yang harus segerea kita sikapi. Terkait praktek suappun itu saya jamin tidak akan terjadi jita sistem birokrasinya sudah bersih dari korupsi, namun sayangnya orang jaman sekarang, susah mencari orang tidak suka uang. Tidak suka kedudukan dan jabatan yang tinggi. Bahkan terkait sistem korup ini, saya melihat bukan hanya dalam bidang pendidikan saja, tetapi dalam bidang yang lain, praktek suap-menyuap juga terjadi dikalanan kepolisian, sayapun sering mendengar bahwa orang mengelarkan uang sebesar 150 juta bahkan lebih agar sampai bisa diterima menajdi polisi, dan ternyata oknum-oknum itu ada dimana-mana, disegala bidang, sampai-sampai saya berkesimpulan psikologis mereka dalah psikologis orang-orang korup. Yang sudah sangat akut dan susah untuk menghilangkannya.
4. Faktor lain, yang menyebabkan praktek suap itu bisa terjadi adalah karena orang yang mau menjadi PNS adalah orang berada, namun tidak suka bersusah payah, sehingga mengambil jalan mudah, dengan menyogok, inipun bisa kita lihat keadaaannya, bahwa ternyata kebanyakan dari oknum itu adalah orang-orang yang berjiwa lemah serta mudah menyerah, karena bagi orang yang tangguh tentu mereka akan melakukannya denagn cara yang benar dan sehat.
Dampak psikologis terhadap proses kerja para oknum.
Sebelum kepengaruhnya terhdapa kualitas kerja mereka, terlebih dahulu saya ingin menyampaikan terkait dengan sisi psikologis salah seorang pelaku. Kronologis ceritanya seperti berikut ini.
Seorang lulusan Sekolah Dasar (SD) lantas ikut persamaan SMP, otomatis tidak mengenyam masa pendidikan secara normal, dan selanjutnya ikut juga persamaan di level SMU, akhirnya beliau bisa kuliah, dilembaga perguruan tinggi yang belum punya nama, setelah itu beliau lulus dan mendaftar jadi PNS dengan uang sogokan yang sangat besar, akhirnya lolos seleksi, dan mendapat tempat mengabdi di SMP, sejalan berlalunya waktu, ternyata semapat terdengar kabar, walaupun beliau berbahagia telah lolos, hanya beliaupun pesimis atau kecil hati, bisa mengajar di SMP, masih mending kalau SMP yang didaerah, yang notabene siswanya biasa-biasa saja, namun ketika harus mengabdikan diri dikota, sepertinya belaiau sangat tidak siap, karena skil dan wawasan yang menajdi bekalnya masih sangat minim.
Barangkali dari kasus tersebut jelaslah bagi kita bahwa mendidik itu bukan hal yang gampang dan bisa dilakukan secara serampangan, karena menyangkut tanggung jawab diri terhadapa bangsa dan generasi baru, yang nantinya akan menggantikan kita dan para pemimpin-pemimpin yang saat ini sedang menjabat.
Dampak terhadap kinerjanya
Guru yang melakukan praktek suap-menyuap dalam prosesnya, maka setelah ia diangkat jadi PNS dan mulai bekerja, saya jamin hatinya tidak ikhlas untuk mengabdi, karena dalam pikiranya terbersit bahwa “saya mendapatkan jabatan ini dengan uang” sehingga pikirannyapun diputarbalikan agar bagaimana caranya uang yang sempat dikeluarkan sebelumnya bisa kembali. Jadi niatnya sudah tidak lagi untuk mengabdikan ilmu, tidak lagi tulus ikhlas, namun ada tujuan lain yang mendorong dan terus mendorong, itulah dorongan untuk mengembalikan uang yang pernah dikeluarkannya, itulah yang kemudian saya sebut dengan istilah psikologi uang. Dampak-dampak yang akan muncul dalam pribadi seorang pendidik yang sudah PNS denagn uang suap, menurut penalaran saya, diantaraya adalah sebagai berikut;
1. Sikap kurang bertanggungjawab,
Mengapa demikian? Karena mereka tidak merasa diamanahi, tetapi merasa membeli pekerjaan, merasa menyimpan modal, saham atau investasi, sehingga sekalipun kerjanya kurang baik, mereka berpikir, “tak apa lah” karena upah gaj iyang saya dapatkan adalah uang saya yang dulu saya setorkan diawal, seperti mengambil uang tabungan,
2. Kerjanya kurang hati-hati dan ceroboh, apalagi kurang berilmu, maka sangat mungkin, jika mereka berlaku semaunya, karena mereka kurang faham menjadi pendidik yang baik dan seharusnya itu seperti apa,
3. Tidak mendidik dengan hati, ini yang juga sangat perlu diperhatikan oleh semua pendidik, ketika mendidik tidak dengan hati, maka prosesnyapun tidak akan berjalan baik, karena tidak ada kedekatan psikologis antara siswa dengan gurunya,
4. Mengajar semaunya, hal inipun tidak menutup kemungkinan bisa terjadi, terkait dengan sikap tidak komitment dengan tugas dan tanggungjawab.
Jadi jelaslah bagi kita, bahwa menjadi seorang pendidik, adalah pekerjaan mulia, dan tidak bisa dilakukan dengan cara-cara yan tidak mulia, perbuatan seperti yang disebutkan diatas, selain berdampak tidak baik pada psikologis diri pendidiknya, ternyata juga berpengaruh kepada pelayanan bagi anak didiknya, selain itu juga merugikan atau menutup peluang yang lain yang lebih punya hak untuk mengabdi, dan ini adalah jelas perbuatan yang tidak baik, karena telah merugikan orang lain.
Maka baik bagi calon PNS atau juga kepada penitia penjaringan para PNS, jangan tertipu oleh dunia, yang hanya sementara, melainkan kita harus melihat panjang kedepan, terkait dengan untung rugi, manfaat tidaknya, hal itu dilakukan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari uraian diatas jelaslah bahwa untuk menjadi pendidik yang baik, tentu dalam perjalanan prosesnyapun harus ditempuh dengan baik pula, karena mendidik adalah aktivitas hati, yang harus memhami psikologis, baik diri kita sebagai pendidik, ataupun siswa sebagai pathner kita.
Proses pendidikan yang dilakukan dengan cara yang tidak benar, maka akan menghasilkan output yang tidak baik. Mendidik butuh tanggungjawab, butuh komitmen dan keteguhan hati dan jiwa, butuh ketulusan dan keikhlasan, maka sangat salah apabila posisi pendidik diberikan kepada orang yang hanya berambisi harta, dan tidak bisa bertanggungjawab dengan pendidikan yang diamanahkannya.
Semoga sistem tidak baik ini, segera tiada, sehingga rekruitsi PNS baik itu pendidik ataupun yang lainnya bisa berjalan secara sehat. Dan hal ini baru bisa ketika budaya korup telah tiada.
Dan ternyata orang yang melakukan praktek salah seperti diatas itu, dalammenjalankan pekerjaannya tidak tanggungjawab, terkesan asal-asalan, sehingga merugikan banyak pihak, baik itu pihak pemerintah sebagai yang memberikan upah kerja, bagi sistem pendidikan yang tidak ada jaminan bisa kleih bermutu, begitupun bagi siswa yang tidak akan mendapatkan pelayanan yang baik dan selayaknya dari gurunya. Dan hal ini adalah hal-hal yang seharusnya dihindari oleh semua pihak dan semua elemen. Agar terwujud nuansa pendidikan yang baik dan sehat.
3.2 Saran
Saran penulis kepada semua pihak terutama kepada para guru yang belum PNS, mohon untuk kembali memahami hakikat dari pengabdian mendidik, ingat bukan sebagai ladang pencarian harta melainkan sebagai ladang pengabdian dan untuk landang kebaikan.
Jangan sampai mau terjebak dengan suap-menyuap, karena itu sangat merugikan pelakunya terutama dari sisi psikologisnya, begitupun kepada para penjaring PNS, juga harus bekerja secara jujur, perlihatkan kejujuran agar terwujud keadilan, tidak ada pihak yang dirugikan, sehingga yang berhasil menajdi PNS adalah orang-orang yang benar-benar mempunyai kemampuan. Dan dengan begitu akan mempengaruhi pencapaian mutu pendidikan yang sesuai denagn harapan kita bersama.
Demikian uraiannya, mohon maaf atas kekurangan dan kesalahannya, semoga bermanfaat dan berguna bagi semuanya. Amin.
Alhamdulilah, atas ijin dan karunia Allah, pada kesempatan ini, saya bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “PSIKOLOGI OKNUM TINDAKAN KECURANGAN DALAM REKRUTMENT PEGAWAI NEGERI SIPIL TENAGA PENDIDIK SERTA DAMPAKNYA DALAM PERJALANAN KARIR PENGABDIAN KEPADA NEGERANYA.”,
Dalam makalah ini, saya memaparkan kejadian yang ternyata telah terjadi sejak lama, bahkan hal tidak benar ini karena kebiasaan, sehingga hampir telah dianggap hal biasa, yang menurut saya tidak seharusnya dibiasakan. Dalam makalah ini, saya uraikan tentang faktor pendorong pelaku melakukan tindakan tidak baik ini dan tidak tertinggal sayapun membahas tentang dampak secara psikologis bagi para pelakunya, serta pengaruh bagi pelakunya dalam rangka menjalankan kewajibannya sebagai pendidik.
Demikian pengantar dari Saya, semoga makalah singkat dan sederhana ini, kemudian bisa bernilai manfaat besar bagi siapapun yang membacanya, terutama bisa kita petik nilai-nilai baiknya dan kita terapkan dalam kehidupan nyata kita, amin.
Bandung, 14 Januari 2010
Penyusun
Ence Surahman
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah tulang punggung suatu bangsa, menjadi tolok ukur maju tidaknya suatu peradaban, sebagai patokan ketercapaian manusia dalam rangka mengaktulisasikan dirinya sebagai makhluk yang unggul dari pada makhluk lain yang Allah ciptakan. Pendidikan dalam tatatan proses sebagai suatu sistem yang bekerja secara sistemik dan sistematis, berpacu pada aturan dan hukum, berorientasi pada asas kebermanfaatan untuk khalayak, bahkan dibeberapa negara, saking pentingnya pendidikan, semua warga negaranya diwajibkan untuk memperoleh pendidikan dan dibiayai oleh pemerintah. Saat inipun kita tahu, diindonesia sendiri sejak tahun tahun 2006 wajar diknas 9 tahun, memperoleh bantuan pembiayaan operasional dari pemerintah. Barangkali ini menjadi penguatan bagaiamana semua orang, baik perorangan ataupun atas nama institusi begitu meyakini wajibnya anak bangsa berpendidikan, sekalipun wajibnya baru sampai tingkat SMP, namun setidaknya, dengan begitu anak yang berpendidikan tidak akan sama dengan anak yang sama sekali tidak memperoleh sentuhan pendidikan, baik melalui jalur formal, informal dan juga nonformal.
Sebagai suatu sistem, tentu dalam proses pendidikan mempunyai beberapa komponen atau subsistem, yang mana komponen-komponen itu tidak boleh hilang keberadaaannya karena akan menganggu jalannya sistem pendidikan, sementara kenyataan dilapangan, subjek-subjek subsistem yang menopang jalannya sistem pendidikan, adakalanya bahkan dirasa harus mengalami perombakan, perubahan, dan pergantian, misalnya tenaga pendidik yang sudah tua, dipensiunkan dan diganti dengan pengangkatan yang masih muda baik statusnya sebagai Pegawai Negeri Sispil (PNS) ataupun sebagai tenaga honorer, namun kesemuaanyya itu menjadi perlu dilaksanakan.
Selain contoh diatas, komponen yang berwujud, ada juga pergantian atau perombakan komponen pendidikan yang non materil seperti perombakan akibat inovasi atau pembaharuan struktur dan sistem kurikulum, diindonesia sendiri pasca penetapan UU No 20 Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003, telah terjadi 2 kali perubahan yaitu ke Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) tahun 2004-2006 dan terakhir adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang lebih kita kenal dengan sebutan (KTSP).
Dalam makalah ini, kita tidak akan membahas tentang kurikulum pendidikan indonesia, atau komponen-komponen sistem pendidikannya. Sesuai dengan judul makalah yang saya angkat untuk dibahas, maka saya akan mengangkat terkait dengan proses rekruitasi tenaga nendidik untuk jadi Pegawasi Negeri Sipil (PNS) dilingkungan pendidikan, yang dibeberapa tempat rekruitasi terkadang dibumbui isu tidak sedap dengan adanya praktek kecurangan dari para peserta dengan panitia penjaringan calon menjadi pendidik PNS. Khususnya saya akan mengupas tuntas dari sudut pandang atau kaca mata psikologis para pelakunya serta dampaknya bagi mereka dalam rangka perjalanan pengabdian kepada negaranya. Apakah berjalan baik, dan aman-aman saja, atau bagimana? Dan sebelum masuk pada pembahasannya, alangkah lebih baik jika saja terlebih dahulu memaparkan latar belakang penulisan, rumusan masalahnya, tujuan ditulis serta manfaat dan sistematika penulisan makalah ini. Saya urutkan seusui dengan aturan penulisan makalah yang berlaku dilingkungan UPI tentunya.
1.1 Latar Belakang Permasalahan
Rekrutmen tenaga pendidik PNS, dilaksanakan pemerintah ketika dilapangan membutuhkan suplai tenaga baru. Pelaksanaannya diatur sesuai peraturan yang berlaku. Kaitannya dengan makalah ini, yang melatarbelakangi penulisan makalah ini adalah:
a. Adanya isu yang menyebar dikalangan masyarakat pada saat-saat dilaksanakannya rekruitasi pegawai negeri sipil untuk tenaga pendidik, yang tersebar isu, yang lolos seleski ternyata lolosnya karena mereka telah mengeluarkan sejumlah uang yang tidak sedikit agar dirinya bisa lolos seleksi.
b. Isu itu tidak berhenti samapai dimulut orang saja, dan telah memunculkan kecemburuan sosial yang sangat sensitif bagi peserta seleksi yang lain yang tidak lolos karena hanya bermodalkan kemampuan otaknya, dan inipun harus dicarikan solusinya bagaimana menghilangkan sakit hati peserta yang tak ber-uang sehinggga tidak bisa lolos seleksi,
c. Dari pelaku penyogokan sendiri, akhirnya walaupun bahagia telah diterima sebagai PNS, ternyata muncul kekhawatiran dalam benaknya, yaitu kahwatir tidak bisa mengajar dengan baik, karena memang kebanyakan yang lolos itu dengan cara menyuap itu dilakukan oleh orang yang kemampuan secara akademisnya kurang, namun ingin lolos seleksi sehingga melakukan proses suap-menyuap.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun yang kemudian menjadi catatan saya, untuk jadi rumusan masalah dalam makalah yang saya tulis ini diantaranya:
a. Kesalahan pihak manakah, sehinggga kecurangan itu bisa terjadi? Dan apakah itu bagian dari prosedur perekrutan PNS khususnya tenaga pendidik?
b. Apakah kecurangan itu hanya beberapa persen saja (minoritas) ataukah memang jumlahnya mayoritas?
c. Apa yang menjadi motif mereka melakukannya?
d. Bagaimana dampak psikologis bagi para pelaku yang terlibat dalam prosesnya?
e. Berkaitan dengan tanggung jawab mereka sebagai pendidik, dalam masa jabatannya, apakah praktek suap sejumlah uang akan memperngaruhi kualitas kinerjanya?
1.3 Tujuan Penyusunan
Makalah ini saya susun, dengan maksud dan tujuan yang insya Allah baik, yaitu diantara tujuannya adalah sebagai berikut:
1. Mengungkap tabir yang selama ini telah terjadi, yang seharusnya tidak terjadi.
2. Menguraikan motif-motif yang mendorong pelaku (oknum) melakukannya,
3. Menjelaskan pihak-pihak yang dirugikan dan yang untung.
4. Menganalisis dampak secara sikologis bagi pelakunya serta pengaruhnya terhadap kinerjanya selama pengabdian.
1.4 Manfaat Penyusunan
Setelah para pembaca menelaah isi dari makalah ini, insya Allah, akan memperoleh kejelasan, mengapa praktek makar itu bisa terjadi, dan apa motifnya? Yang secara sistematis manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Pembaca memahami latar belakang, terjadinya praktek suap menyuap dalam proses tersebut?
2. Pembaca memahami tujuan pelaku melakukannya?
3. Pembaca akan memahami tentang dampak secara psikologis bagi para pelakunya,
4. Serta pembaca akan mengetahui pengaruh dari dampak psikologisnya itu terhadap kualitas kinerja para pelaku suap menyuap itu.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini secara umum, terbagi menjadi 3 Bab, sebagaimana makalah-makalah pada umumnya, diantaranya
Bab I berisi pendahuluan, latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat beserta sistematika penulisannya,
Bab II berisi pemaparan materi yang dibahas yaitu tentang Psikologi Oknum Pelaku Tindakan Kecurangan Dalam Rekrutment Pegawai Negeri Sipil Tenaga Pendidik Serta Dampaknya Dalam Perjalanan Karir PEngabdian pada Negaranya, yang manjadi judul makalah ini, dan
Bab III berisi penutup yang didalamnya terdapat sipulan dan saran,
BAB II
Psikologi Oknum Pelaku Tindakan Kecurangan Dalam Rekrutment Pegawai Negeri Sipil Tenaga Pendidik Serta Dampaknya Dalam Perjalanan Karir Pengabdian Diri Kepada Negaranya
Kajian teoritis
Psikologi berasal dari asal kata psiche yang berarti jiwa, dan logos yang diartikan ilmu, keduanya berasal dari bahasa Yunani, jadi secara etimologi atau secara tata bahasa, Psikologi berarti ilmu tentang jiwa, yang mengungkap rahasia-rahasia seputar permasalahan jiwa manusia. Memang kalau kita berbicara tentang jiwa, akan sangat panjang bahasannya, apalagi kitapun mengenal yang disebut jiwa yang sadar, jiwa yang dibawah sadar, juga jiwa yang tak sadar. Ada juga istilah lain dalam hal kejiwaan itu yaitu jiwa yang sehat dan jiwa yang tidak sehat (sakit).
Dalam memperlajari kejiwaan keduanya pun tentu berbeda, dengan pendekatan yang berbeda pula, maka biarlah, agar tidak terlalu pusing memikirkannya, pembahasan kejiwaan pada kesempatan ini kita persempit pada ranah jiwa yang sehat, yang lebih spesifiknya kita akan membicarakan terkait dengan dorongan-dorongan kejiwaan yang mendorong seseorang untuk melakukan hal-hal yang tidak baik, menyalahi aturan dan dianggap bisa merugikan orang lain, lalu mengapa hal itu masih saja bisa terjadi dan bahkan kasusnya saat ini banyak sekali ditengah-tengah kita.
Pada dasarnya pada jiwa yang hidup –dalam artian tidak mati atau masih bisa melakukan serangkaian proses kehidupan- tentu selalu ada hasrat untuk berkehendak, kita pun tentu merasa, dalam hal ini berkehendak yang saya maksud bisa berkehendak baik bisa juga berkehendak tidak baik. Kehendak baik akan memunculkan kebaikan-kebaikan dan begitu pula sebaliknya. Kehendak baik dan tidak baik muncul tergantung motif apa yang mendorongnya, tergantung situasi dan kondisi dimana individu itu berada, dan dalam situasi seperti apa.
Kitapun hidup dan mempertahankan kehidupan, merupakan bagian dari hasrat untuk hidup, karena kita punya hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan kita, sehingga hal lain yang sistemik yang kita lakukan adalah, kita makan, agar suplai energi tubuh kita tidak kekurangan, tetap terjaga, kita pun berolah raga, kalau sakit kita berobat, itulah contoh bagian dari proses hasrat dalam jiwa.
Kembali ke awal pembahasan, bahwa yang namanya dorongan bertindak itu bisa dorongan positif dan juga bisa dorongan negatif. Adapun dalam asalah ini contoh tindakannya adalah melakukan proses menyuap panitia penyaringan Pegawai Negeri sispil (PNS) yang dilakukan oleh peserta agara tesnya lolos, yaitu dengan memasukan sejumlah uang pelicin. Jelas dalam hal ini ada motif yang sangat kuat yang mempengaruhinya,
Motif pendorong
Menurut hemat saya, yang menjadi motif terjadinya proses itu diantaranya:
a. Terciptanya satu paradigma bahwa berprofesi sebagai PNS, adalah profesi yang menjanjikan, karena setiap awal bulan pasti akan memperoleh gaji, sehingga punya kepastian waktu punya atau tidak punya uangnya.
b. Kebanyakan orang yang bekerja sebagai PNS, rata-rata hidup berkecukupan, dibanding pekerjaan yang lainnya, apalagi kerja kontrak di pabrik yang rentan dengan PHK, sehingga orang berpikir mending jadi PNS ,
c. Kerja jadi PNS, biasanya kerjanya lebih santai, tidak seperti tukang kuli yang harus mengerahkan otot dan tenaganya agar bisa mendapatkan upah.
d. Kerja jadi PNS, sekalipun sudah tidak kerja pada masa pensiunan tetap masih bisa menikmati gajinya walaupun lebih kecil,
e. Apalagi sekarang-sekarang ini, PNS tenaga pendidik yang suah sertfifikasi gajinya mejadi lebih besar, dan itu semakin membuat orang tertarik untuk menggapainya,
Barangkali hal-hal diatas menjadi pemicu orang ingin mencari pengahsilan tetap yaitu bekerja menjadi PNS, baik itu guru ataupn yang lainnya, namun dalm hal ini yang sedang kita bahas adalah PNS guru.
Namun sangat disayangkan karena ambisi yang terlalu mengebu-gebu, an karena sangat ingin memperoleh pekerjaan itu sehinggga tidak sedikit orang yang melakukan segala cara, macam manufer ditempuhnya, walaupaun mereka juga tahu bahwa yang dilakukannya itu tidak benar, dan menyalahi aturan.
Sedikit kemasa lalu, saya pernah bertanya kepada beberapa orang tua yang ketika masih mudanya cukup berpengaruh, kata mereka dulu ketika ditawari untuk jadi guru (PNS) mereka pada tidak mau, karena gajinya yang sangat kecil, sehingga mereka lebih memilih memelihara ternak, daripada jadi guru, berbeda dengan sekarang, sekalipun spersaingannya semakin ketat, namun orang-orang malah menjadi semakin mau memperolehnya.
Paktor pendorong terjadinya proses kecurangan-kecurangan
Menurut hemat saya, yang menjadi faktor dominan mendorong orang melakukan praktek suap diantaranya:
1. Ketidak pahaman akan hakikat mendidik, maksud saya, sekalipun saat ini menjadi pendidik tidak bisa sembarangan (mendidik dalam jalur formal) artinya harus melewati beberapa tahapan, terkait saat ini pendidik menjadi sebuah profesi, dan kita pun tahu bahwa profesi menuntut keprofesionlan dala bekerja, namun menurut hemat saya, harus dibedakan antara mengejar materi dengan aktivitas mendidik, aktivitas mendidik seharusnya dipandang sebagai bentuk pengabdian kepada negara. Kaitannya dengan para pelaku suap, berarti mereka tidak memahami hakikat mendidik secara fundamental,
2. Kesalahan mempersepsi sesuatu hal. Sekali lagi mendidik bukan pekerjaan yang sama dengan berdagang, bisnis dsb, namun mendidik adalah aktivitas yang hendaknya dilakukan secara ikhlas, sebagai mana yang dilakukan oleh para guru jaman dahulu, sehingga mereka bergelar pahlawan tanpa tanda jasa, dan melihat keadaan seperti saat ini, saya menjadi sanksi untuk memberikan gelar tersebut kepda para guru yang memposisikan mendidik sebagai lahan memperoleh penghidupan, dan seperti disamakan dengan berbisnis, berdagang, dll.
3. Faktor lain yang tidak kalh besar perannya, adalah sistem birokrasi indonesia saat ini, masih terlilit dengan sistem korup, sistem yang suka menghilangkan sustu yang tidak seharusnya hilang, dan brang kali sistem yang sudah mengakar kuat ini, sangat sulit untuk ditumpas, karena memang susah mnghilangkannya, sistem korup, menajdi seolah-olah sebuah kebiasaan, sehingga dengan mudahnya orang membenarkan kebiasaan-kebiasaaan itu walaupun kebiasaan yang tidak baik, dan karena sistem ini sudah seolah membudaya, dianggapnya kecurangan-kecurangan itu dianggap benar, orang menjadi terjebak untuk membenarkan kebiasaan bukan membiasakan yang benar. Dan inilah masalah yang harus segerea kita sikapi. Terkait praktek suappun itu saya jamin tidak akan terjadi jita sistem birokrasinya sudah bersih dari korupsi, namun sayangnya orang jaman sekarang, susah mencari orang tidak suka uang. Tidak suka kedudukan dan jabatan yang tinggi. Bahkan terkait sistem korup ini, saya melihat bukan hanya dalam bidang pendidikan saja, tetapi dalam bidang yang lain, praktek suap-menyuap juga terjadi dikalanan kepolisian, sayapun sering mendengar bahwa orang mengelarkan uang sebesar 150 juta bahkan lebih agar sampai bisa diterima menajdi polisi, dan ternyata oknum-oknum itu ada dimana-mana, disegala bidang, sampai-sampai saya berkesimpulan psikologis mereka dalah psikologis orang-orang korup. Yang sudah sangat akut dan susah untuk menghilangkannya.
4. Faktor lain, yang menyebabkan praktek suap itu bisa terjadi adalah karena orang yang mau menjadi PNS adalah orang berada, namun tidak suka bersusah payah, sehingga mengambil jalan mudah, dengan menyogok, inipun bisa kita lihat keadaaannya, bahwa ternyata kebanyakan dari oknum itu adalah orang-orang yang berjiwa lemah serta mudah menyerah, karena bagi orang yang tangguh tentu mereka akan melakukannya denagn cara yang benar dan sehat.
Dampak psikologis terhadap proses kerja para oknum.
Sebelum kepengaruhnya terhdapa kualitas kerja mereka, terlebih dahulu saya ingin menyampaikan terkait dengan sisi psikologis salah seorang pelaku. Kronologis ceritanya seperti berikut ini.
Seorang lulusan Sekolah Dasar (SD) lantas ikut persamaan SMP, otomatis tidak mengenyam masa pendidikan secara normal, dan selanjutnya ikut juga persamaan di level SMU, akhirnya beliau bisa kuliah, dilembaga perguruan tinggi yang belum punya nama, setelah itu beliau lulus dan mendaftar jadi PNS dengan uang sogokan yang sangat besar, akhirnya lolos seleksi, dan mendapat tempat mengabdi di SMP, sejalan berlalunya waktu, ternyata semapat terdengar kabar, walaupun beliau berbahagia telah lolos, hanya beliaupun pesimis atau kecil hati, bisa mengajar di SMP, masih mending kalau SMP yang didaerah, yang notabene siswanya biasa-biasa saja, namun ketika harus mengabdikan diri dikota, sepertinya belaiau sangat tidak siap, karena skil dan wawasan yang menajdi bekalnya masih sangat minim.
Barangkali dari kasus tersebut jelaslah bagi kita bahwa mendidik itu bukan hal yang gampang dan bisa dilakukan secara serampangan, karena menyangkut tanggung jawab diri terhadapa bangsa dan generasi baru, yang nantinya akan menggantikan kita dan para pemimpin-pemimpin yang saat ini sedang menjabat.
Dampak terhadap kinerjanya
Guru yang melakukan praktek suap-menyuap dalam prosesnya, maka setelah ia diangkat jadi PNS dan mulai bekerja, saya jamin hatinya tidak ikhlas untuk mengabdi, karena dalam pikiranya terbersit bahwa “saya mendapatkan jabatan ini dengan uang” sehingga pikirannyapun diputarbalikan agar bagaimana caranya uang yang sempat dikeluarkan sebelumnya bisa kembali. Jadi niatnya sudah tidak lagi untuk mengabdikan ilmu, tidak lagi tulus ikhlas, namun ada tujuan lain yang mendorong dan terus mendorong, itulah dorongan untuk mengembalikan uang yang pernah dikeluarkannya, itulah yang kemudian saya sebut dengan istilah psikologi uang. Dampak-dampak yang akan muncul dalam pribadi seorang pendidik yang sudah PNS denagn uang suap, menurut penalaran saya, diantaraya adalah sebagai berikut;
1. Sikap kurang bertanggungjawab,
Mengapa demikian? Karena mereka tidak merasa diamanahi, tetapi merasa membeli pekerjaan, merasa menyimpan modal, saham atau investasi, sehingga sekalipun kerjanya kurang baik, mereka berpikir, “tak apa lah” karena upah gaj iyang saya dapatkan adalah uang saya yang dulu saya setorkan diawal, seperti mengambil uang tabungan,
2. Kerjanya kurang hati-hati dan ceroboh, apalagi kurang berilmu, maka sangat mungkin, jika mereka berlaku semaunya, karena mereka kurang faham menjadi pendidik yang baik dan seharusnya itu seperti apa,
3. Tidak mendidik dengan hati, ini yang juga sangat perlu diperhatikan oleh semua pendidik, ketika mendidik tidak dengan hati, maka prosesnyapun tidak akan berjalan baik, karena tidak ada kedekatan psikologis antara siswa dengan gurunya,
4. Mengajar semaunya, hal inipun tidak menutup kemungkinan bisa terjadi, terkait dengan sikap tidak komitment dengan tugas dan tanggungjawab.
Jadi jelaslah bagi kita, bahwa menjadi seorang pendidik, adalah pekerjaan mulia, dan tidak bisa dilakukan dengan cara-cara yan tidak mulia, perbuatan seperti yang disebutkan diatas, selain berdampak tidak baik pada psikologis diri pendidiknya, ternyata juga berpengaruh kepada pelayanan bagi anak didiknya, selain itu juga merugikan atau menutup peluang yang lain yang lebih punya hak untuk mengabdi, dan ini adalah jelas perbuatan yang tidak baik, karena telah merugikan orang lain.
Maka baik bagi calon PNS atau juga kepada penitia penjaringan para PNS, jangan tertipu oleh dunia, yang hanya sementara, melainkan kita harus melihat panjang kedepan, terkait dengan untung rugi, manfaat tidaknya, hal itu dilakukan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari uraian diatas jelaslah bahwa untuk menjadi pendidik yang baik, tentu dalam perjalanan prosesnyapun harus ditempuh dengan baik pula, karena mendidik adalah aktivitas hati, yang harus memhami psikologis, baik diri kita sebagai pendidik, ataupun siswa sebagai pathner kita.
Proses pendidikan yang dilakukan dengan cara yang tidak benar, maka akan menghasilkan output yang tidak baik. Mendidik butuh tanggungjawab, butuh komitmen dan keteguhan hati dan jiwa, butuh ketulusan dan keikhlasan, maka sangat salah apabila posisi pendidik diberikan kepada orang yang hanya berambisi harta, dan tidak bisa bertanggungjawab dengan pendidikan yang diamanahkannya.
Semoga sistem tidak baik ini, segera tiada, sehingga rekruitsi PNS baik itu pendidik ataupun yang lainnya bisa berjalan secara sehat. Dan hal ini baru bisa ketika budaya korup telah tiada.
Dan ternyata orang yang melakukan praktek salah seperti diatas itu, dalammenjalankan pekerjaannya tidak tanggungjawab, terkesan asal-asalan, sehingga merugikan banyak pihak, baik itu pihak pemerintah sebagai yang memberikan upah kerja, bagi sistem pendidikan yang tidak ada jaminan bisa kleih bermutu, begitupun bagi siswa yang tidak akan mendapatkan pelayanan yang baik dan selayaknya dari gurunya. Dan hal ini adalah hal-hal yang seharusnya dihindari oleh semua pihak dan semua elemen. Agar terwujud nuansa pendidikan yang baik dan sehat.
3.2 Saran
Saran penulis kepada semua pihak terutama kepada para guru yang belum PNS, mohon untuk kembali memahami hakikat dari pengabdian mendidik, ingat bukan sebagai ladang pencarian harta melainkan sebagai ladang pengabdian dan untuk landang kebaikan.
Jangan sampai mau terjebak dengan suap-menyuap, karena itu sangat merugikan pelakunya terutama dari sisi psikologisnya, begitupun kepada para penjaring PNS, juga harus bekerja secara jujur, perlihatkan kejujuran agar terwujud keadilan, tidak ada pihak yang dirugikan, sehingga yang berhasil menajdi PNS adalah orang-orang yang benar-benar mempunyai kemampuan. Dan dengan begitu akan mempengaruhi pencapaian mutu pendidikan yang sesuai denagn harapan kita bersama.
Demikian uraiannya, mohon maaf atas kekurangan dan kesalahannya, semoga bermanfaat dan berguna bagi semuanya. Amin.
Komentar
Posting Komentar
You can give whatever messages for me,,