Oleh : Jaisurrahman
Rasa bangga
yang menggelora, berujung dengan berbagai pertanyaan, “mengapa?”, hal ini
muncul dalam benak penulis, ketika menyaksikan pertandiangan final sepak bola
antara Indonesia dan Malaysia yang berakhir dengan adu penalty. Harapan besar
untuk menghentikan kutukan tidak juara sejak 1991, kini tertunda sudah, ketika
sebelas pejuang bangsa belum mampu menaklukan semangat juara yang ada didalam
jiwa-jiwa timnas Malaysia.
Banyak
factor yang mempengaruhi kualitas permainan semalam, selain factor emosi musuh
bubuyutan, juga factor tekanan harapan seluruh masyarakat Indonesia agar
Indonesia juara, semua itu sangat menentukan emosi para pemain saat
mengocek-ngocek bola si kulit bundar dilapangan.
Fenomena
pembakaran tempat penjualan tiket, pembobiolan pintu masuk gelora dan
terbunuhnya dua supporter, menyisakan pertanyaan yang begitu mendalam, mengapa
bisa begitu, mengapa tidak tertib? Mengapa tidak mentaati aturan? Mengapa mau
merusak sarana yang ada?, perbuatan apra oknum supporter ini seakan memperjelas
keadaan bahwa sepak bola Indonesia belum dewasa, dan belum memiliki mental
juara, masih harus banyak belajar untuk menjadi dewasa.
Dalam hal
ini semua pihak harus menyadari betul
peran dan fungsinya masing-masing, para pemain, pelatih, manajemen,
supporter dan juga pemerintah, semuanya harus bersatu padu untuk memperbaiki
kualitas sepak bola kita, yang dimulai dengan pengokohan mentalitas juara,
mental yang tahan, mental yang gagah berani, berani bersyukur ketika menang dan
berani tafakur ketika kalah.
Masih
banyak momentum kedepan untuk membuktikan kehebatan tim garuda, karena boleh
jadi kekalahan yang selama ini kerap di dapatkan adalah sebuah jalan terbaik
untuk kita dapat terus berpikir dan bekerja keras menyusun strategi terbaik
untuk kejayaan masa yang akan datang.
download format pdf full di link https://sites.google.com/site/dataence/berkas/SEPAKBOLAINDONESIA.pdf?attredirects=0&d=1
Komentar
Posting Komentar
You can give whatever messages for me,,