Kisah
nyata di hari raya idul adha 1432 H.
Oleh: Jaisyurahman
Allahuakbar,
Allahuakbar, Allahuakbar, laaillahaillahuu Allahuakbar, Allahuakbar
walilahilham. Gema takbir bersahutan
dari berbagai penjuru wilayah, begitupun di tempat kediaman ku, Baiturrahman,
sejak mulai shalat isya tadi malam, hingga saat ini juga masih terus di
dawamkan oleh beberapa jama’ah ayng aku lihat ada di ruang utama mesjid,
berhubung sejak sore hujan yang terus membasahi, maka salah satu tugas kami
(para ta’mir mesjid) untuk mempersiapkan tempat untuk pelaksanaan shalat Idul
adha besok baru bisa dilakukan setelah hujannya benar-benar reda.
Ku lihat jam ditanganku, menunjukan pukul 20.30an,
beberapa perlengkapan kami bawa ke lapangan, ada tali rapia untuk membuat
pembatas shaf shalatnya para jama’ah, paku dna palu untuk mengingatkan tali
rapia, karena alas lapangan di kampus Unpas semuanya terbuat dari aspal, dengan
bantuan warga setempat, tak lama kemudian shaf yang dibuat dapat selesai dalam
waktu yang tidak terlalu lama, namun beberapa genngan air di tengah lapang
mengharuskan aku menghilangkannya terlebih dahulu sebelum aku pastika semuanya
selesai.
Setelah selesai aku kembali kemesjid, dan ku lakukan
beberapa aktivitas untuk persiapan kegiatan esok hari, aku cek semua
perlengkapan, baik untuk kepentingan kostum yang aku pakai, juga laporan
panitia yang harus aku bacakan, dan bebepa kebutuhan pada proses penyembelihan
dan pengemasan daging hwan qur’ban. Setelah aku pastikan semua lengkap, dan
waktu yang cukup larut malam, tak kuasa rasanya menahan kantuk yang hinggap,
dan akupun tertidur pulas, hingga terbangun pukul 03.00, segeralah aku bangun,
mandi dan mempersiapkan segala sesuatunya.
Tak lupa, salat malam aku sempatkan waktupun
tidak bisa mencapai jumlah yang ditargetakan, hal itu dikarenakan karena ada
anak-anak yang ikut meramaikan malam takbiran, bilang bahwa diluar ada yang
sedang berlumuran darah, aku tidak begitu menghiraukan, namun dorongan hati
yang kuat untuk segera melihat orang yang dimaksud, segeralah aku keluar dari
ruang utama mesjid, dan benar saja diluar sudah ada beberapa orang yang
mengerumuni, awalnya aku su’udzon paling juga orang yang habis berkelahi, maka
aku kira yang jadi korbannya juga bukan orang baik-baik.
Namun aku terkaget-kaget ketika aku
perhatikan lebih dekat orang yang sedang memgang kepalanya yang darahnya terus
mengalir, aku segera memastikan bahwa ternyata ia adalah temanku, yang juga
beliau adalah salah seorang jama’ah masjid, lalu ada diantara warga yang
mengerumuni yang bertanya penyebabnya dan kemudian ia pun berbicara menganai
kronologisnya, yang kalau aku tidak salah dengar, subuh itu, beliau berniat
menuju ke Ujung berung kerumah kakanya untuk melaksanakan shalat id disana, namun
ketika ia menunggu angkot di depan bank Mandiri setiabudi yang tidak jauh dari
NHI, tiba-tiba ada dua orang meniki motor yang lewat dan kemudian balik lagi,
lalu menanyakan sebuah alamat, karena kang Adam tidak tahu, maka ia tidak bisa
memberikan jawabn, hanya tanpa jelas alasannya, tiba-tiba saja salah satu orang
yang bertanya itu langsung memukul bagian kepala atas dan belakang, hingga
terjatuh, lalu beliau berusaha mencari pertolongan dengan datang ke mesjid
tempat kediamanku, oh iya nama orang itu adalah adam, beliau mahasiswa ilkom
UPI angkatan 2006, yang juga beliau bagian dari keluarga besar program
tutorial, karena biasa jadi tutor juga.
Tak menunggu lama, aku antarkan beliau ke
poliklinik yang ada di gerlong hilir, dengan rasa kasihan juga karena terpaksa
harus jalan kaki, mengingat tidak ada motor yang bisa digunakan. Namun
Alhamdulillah diwarung depan, aku melihat ada beberapa orang, dan aku minta
bantuannya untuk mengantarkan kanga dam ini sampai ke poliklinik biar aku jalan
kaki, Alhamdulillah orang yang aku mintai bantuan juga mau menolong, aku
menyusul dibelakang, Alhamdulillah dokter jaganya juga langsung bangun dan siap
memberikan pertolongan.
Ada momentum yang luar biasa yang aku catat
pada saat itu, ketika aku tiba di poliklinik jam tinganku menunjukan pukul
04.02 dan itu berarti adzan subuh sudah berkumandang, maka ketika mau dip roses
pengobatannya, aku dengan kanga dam bilang, “Dok, saya ijin untuk shalat subuh
dulu sebelum di bius,” kata dokter “oh, mau shalat dulu ya, ini nanggung
darahnya mending dibersihkan dulu, karena kamu harus di bius; mengingat
darahnya cukup banyak” kata dokter. Namun si dokter tidak puas sampai disana,
ia bertanya ke asistennya, “kalau waktu subuh sampai jam berapa batasnya” lalu
dijawan sama asistensnya “sampai menjelang waktu dzuhur, artinya jam 11 juga
masih bisa shala subuh” kata asisten. Aku bertanya dalam benakku, “kok bisa,
menjabwa begitu, dari mana dalilnya ya”, tanpa berpikir panjang aku bilang
“waktu subuh itu sebentar dok, sampai matahari terlihat, ini porsesnya paling
berapa jam?” tanyaku. Dokternya bilang “satu jam juga selesai”. Sekarang aku
bertanya ke akang adam, “kang, gimana, mau shalat dulu, atau di porses dulu
saja” biar nanti jam 5 shalat subuhnya”, akhirnya kang Adam menyetujui untuk
diposes dulu, sekalian menghilangkan darah-darah yang memenuhi hampir seluruh
permukaan wajahnya. Ternyata dokter dan
asisten nya itu non muslim, makanya tidak tahu waktu-waktu shalat, bagi kaum
muslimin.
Hikmah yang bisa saya bagi dengan pembaca
yang baik, diantaranya ketika kita mau menolong orang yang sedang membtuhkan,
jangan lihat dulu siapa orangnya, dari mana asalnya, melainkan segeralah
lakukan pertolongan, kemudian dari sosok kanga dam tadi, aku menemukan beliau
adalah tipikal muslim yang ta’at, sekalipun dalam kondisi berlumuran darah,
ketika adzan memanggil, beliau ingat dan meminta untuk mendahulukan shalat
dulu, ini mencirikan komitment dan karakter seorang muslim yang unggul. Wallahu’alam.
download format pdf full di link https://sites.google.com/site/dataence/berkas/Yangwajahnyaberlumurdarahituadalahtemanku.pdf?attredirects=0&d=1
download format pdf full di link https://sites.google.com/site/dataence/berkas/Yangwajahnyaberlumurdarahituadalahtemanku.pdf?attredirects=0&d=1
Komentar
Posting Komentar
You can give whatever messages for me,,