Oleh : Jaisyurrahman
sumber gambar : http://www.stempel-jogja.com/produk-kami/stempel-kayu/
Setiap orang memiliki fitrah ingin dihargai
oleh orang lain, ia ingin eksistensi dirinya di akui. Baik itu ditempat
kerjanya, di tempat kuliah atau sekolahnya, di rumahnya, di lingkungan
masyarakatnya, dipasar, diterminal, termasuk ditempat ibadah. Semua orang
secara manusiawi ingin di anggap ada oleh orang lain. Saya yakin begitupun Anda
dan saya juga sama, menginginkan adanya pengakuan dari orang lain tentang diri
kita masing-masing.
Untuk mendapatkan pengakuan akan
eksistensinya dirinya, seseorang akan melakukan berbagai upaya yang ia bisa.
Maka kita melihat ada yang menjadi artis, yang menjadi bintang film, yang
menjadi pemimpin dikelompoknya, yang menjadi olahragawan, yang menjadi pemuka
agama, pendidik, pengusaha, tokoh masyarakat, pejabat, dan lain sebagainya.
Karena pengakuan akan eksistensi diri itu
merupakan perkara yang wajar, wajar karena kita manusia, yang memiliki setumpuk
kebutuhan dasar, salah satunya kebutuhan adanya pengakuan dari orang lain. Maka
yang harus kita benar-benar perhatikan adalah bagaimana mengelola diri kita
agar orang lain dan pihak diluar diri kita mengakui eksistensi diri kita. Tentu
kita semua berharap kita bisa konsisten menampilkan perkara positif sebagai
syarat hadirnya kesan positif dari orang lain. Inilah yang saya maksud dengan
stempel diri. Sekarang tanya pada diri sendiri, “Anda ingin di cap apa oleh
orang lain?”, atau Anda ingin diakui sebagai apa dan karena apa oleh orang
lain?
Maka pastikanlah bahwa setiap orang akan
menilai positif terhadap diri kita. Caranya tentu sebagaimana yang sudah saya
singgung diatas yakni kita harus senantiasa menjaga diri masing-masing agar
selalu berada pada kondisi yang positif, dan jangan pernah membiarkan ada hal
negatif yang muncul dari diri kita yang dilihat oleh orang lain. Inilah yang
dimaksud dengan konsep Ihsan dalam Islam. Ishan berarti berupa melakukan
perkara yang baik sebagai bentuk ketaatan kepada Allah, yang didasari oleh
perasaan diawasi olehNya, bahkan seolah-olah kita melihat Allah memperhatikan
dan menilai setiap perbuatan kita, kalaupun kita tidak melihatNya, maka
yakinlah bahwa sesungguhnya Allah senantiasa melihat kita dan Ia tidak pernah
mengantuk apalagi sampai tertidur
(2:255). Dan hal itu akan dengan sendirinya berdampak pada penilaian orang lain terhadap
diri kita.
Sederhanyanya begini, ketika Anda melihat
seorang pencopet yang sedang melakukan aksinya, maka sangat wajar jika pada
saat itu Anda menilai orang tersebut sebagai orang jahat karena mencopet.
Padahal mungkin saja orang itu adalah pemuka agama yang sebelumnya tidak pernah
mencopet, yang kebetulan pada saat itu sedang terdesak dan sedang hilap hingga
akhirnya terpaksa mencontek. Contoh
lain, ketika di siang bolong Anda bertemu dengan seorang wanita yang tampil
dengan busana yang tidak etis (seksi) dengan dandanan yang menor, ditambah
merokok, sambil jalan lenggak lenggok, bersikap so cantik, maka sangat wajar
apabila Anda memberikan cap bahwa ia seorang wanita tuna susila, walaupun boleh
jadi yang sebenarnya bukan.
Contoh sederhana tersebut menggambarkan
pada kita bahwa citra diri kita yang ada dalam pandangan orang lain adalah apa
yang nampak dari diri kita yang orang lain lihat atau dengarkan tentang diri
kita. Untuk itu jika Anda ingin diberikan stempel yang baik, maka jadilah orang
baik dimanapun Anda berada dan dalam kondisi apapun.
Pastikan stempel yang orang lain capkan
pada diri Anda adalah stempel yang positif, contohnya pemaaf, jujur, disiplin,
murah senyum, ramah, baik hati dan tidak sombong, menghargai, menyayangi,
senang menolong, dan nilai positif lainnya. Dan jangan sampai orang lain
memberikan cap yang negatif seperti pembohong, pembual, pengkhianat, penipu,
ingkar janji, sombong, pendengki, ahli iri, dan lain sebagainya.
Tapi ingat satu hal lagi, bahwa yang paling
penting dari semua yang kita lakukan adalah keikhlasan hati untuk melakukannya
karena Allah swt. Jangan sampai niat di hati Anda dengan berupaya menjadi oran
baik itu karena ingin dipuji oleh orang lain, ingin riya, ingin dipandang baik
dan lain sebagainya. Melainkan harus lurus dan ikhlas semata-mata ingin
mendapatkan ridho Allah swt.
Intinya jadilah orang yang baik karena
Allah, bukan karena prinsip-prinsip atau ideologi lain yang masih belum
terkualifikasi. Dengan begitu otomatis Anda akan di nilai sebagai orang baik,
dan janganlah Anda hiasi diri dengan
perkara yang tidak baik, karena itu akan berdampak pada tidak baiknya pandangan/cap/stempel
orang lain kepada diri Anda. Namun yang lebih penting dari itu semua adalah
lakukan segala sesuatunya karena Allah swt, sebagai bentuk pengabdian (ibadah)
kepadaNya.
Wallahu’alam.
''Pancarkanlah selalu image yang positif karena image orang lain akan diri kita merupakan gambaran diri kita yang terpancar keluar dan dapat dilihat secara kasat mata''. Sungguh menarik sekali kalimat tersebut. Saya jd teringat tentang konsep ''Looking glass self''.
BalasHapussemoga kita bisa istiqomah dalam aktivitas yang positif.. amin
BalasHapus