Oleh : Jaisyurrahman
Memang sudah menjadi fitrah manusia, gemar
mengkritisi segala sesuatu yang dianggapnya ganjil, aneh, nyeleneh, tidak
logis, diluar kebiasaan, diluar adat dan tabi’at, apalagi keluar dari norma dan
tata nilai yang ada. Hal itu memang wajar tidak perlu dianggap tabu, karena
sikap kritik juga bisa menjadi pembangun bagi yang dikritiknya kalau mau
menerima dengan lapang dada.
Contoh sederhana yang mungkin sering kita
simak dalam keseharian, adalah kritikan-kritikan pedas sebagaian kalangan yang
mengritisi kebijakan pemerintah negara indonesia, baik kebijakan yang yang
bersifat macro ataupun micro, rasanya selalu ada kritik, padahal kebijakan
tersebut tidak terlalu salah untuk kebanyakan kalangan, namun tetap saja
kalangan yang lain walaupun minoritas mengkritiknya. Ya itulah ciri bahwa sifat
kritik adalah fitrahnya manusia.
Melalui tulisan ini saya ingin mencoba
menyadarkan diri sendiri, dan harapannya ada hal positif yang juga bermanfaat
untuk para pembaca semua. Saya akan buat analogi-analogi sederhana, yang bersifat
umum, sehingga harapannyaapa yang saya tuliskan bisa bermanfaat juga di manapan
lingkup konteks yang para pembaca rasakan. Baik itu di organisasi massa,
di organisasi level wilayah, daerah,
kota, kecamatan, desa, institusi, kampus, organisasi remaja, mahasiswa,
pelajar, profesi dan lain sebagainya, termasuk organisasi keagamaan, sosial
budaya, seni.
Ketika kita melihat ada sesuatu yang
mengganjal terjadi dalam sebuah organisasi/ perkumpulan orang, secara naluri
sifat kita selalu terpanggil untuk bicara, baik langsung, namun kebanyakan
bicaranya hanya diluar saja. Terlebih bagi mereka yang merasa punya pengalaman
mengelola organisasi tersebut, ketika
melihat kinerja rekan yang lain atau generasi berikutnya, dengan mudahnya
menyepelekan pekerjaan yang sedang aktif mengurusinya.
Kondisi ini memang banyak terjadi, baik di
parpol, di organisasi kemahasiswaan, dan lain sebagainya, padahal kalau kita
mau berkaca diri, ketika kita melihat adanya kemunduran di organisasi yang
sebelumnya pernah kita urusi, atau kebrokbrokan pada sebuah lembaga yang
sebelumnya pernah kita besarkan, adalah dengan bertanya pada diri sendiri,
“....lalu dimana peran saya hari ini..?” atau kalau orang lain yang mengajukan
pertanyaannya, barangkali pertanyaan ini cocok untuk kita hayati “..lalu dimana
kalian..?”. “masa bisanya hanya mengkritik, hanya menyepelekan, hanya
merendahkan, hanya memicingkan saja, dimana kontribusi kalian, kalau kalian
masih merasa bagan dari kami?
Begitu pula untuk konteks indonesia, saya
rasa dari pada kita hanya mengkritisi saja tanpa ada kontribusi, sebagaiknya
tanya diri sendiri, ditengah-tengah kondisi bangsa yang seperi sekarang ini
.”....lalu apa dan dimana kontribusi saya..?”, sebelum orang lain yang bertanya
dengan nada keras kepada kita “... lalu, diman kalin..”. kata orang bijak dari
pada mencela kegelapan, mending menyalakan lilin penerang, harapan itu masih
ada, jangan berpasrah pada keadaan, tapi bangunlah masa depan dari mulai sekarang,
dari hal kecil bisa saya lakukan.
Wallahu’alam
Komentar
Posting Komentar
You can give whatever messages for me,,