Oleh : Ence Surahman
Diceritakan ada seorang
raja yang memiliki seorang penasehat yang sangat bijak, penasehat raja yang
baik ini tidak suka banyak bercakap, beliau lebih banyak tersenyum, mengangguk
dan hanya mengeluarkan beberapa kata intinya saja ketika berbicara dengan orang
lain termasuk ketika dimintai nasihat oleh raja, ia cukup dengan senyum manis
dan berkata “ini pasti yang terbaik”. Kata-kata itulah yang sering
diungkapkannya.
Kebiasaan
dan karakter sanga penasehat membuat raja penuh tanya, sampai-sampai pada suatu
waktu, ketika raja dan para pengawalnya termasuk penasehat berangkat kehutan
untuk berburu hewan buruan. Berburu merupakan salah satu hoby yang paling
digemari oleh sang raja. Singkat cerita setelah lama mencari hewan buruan,
rupanya kali ini rombongan raja sedang kurang beruntung, sampai pada suatu
ketika, terjadi sebuah kecelakaan, dimana telunjuk sang raja mengenai duri
hutan yang sangat beracun, sampai kemudian akhirnya harus dipotong agar tidak
menjalar keseluruh tubuhnya.
Ketika tangannya sudah
di potong sang raja memanggil sanga penasehat untuk meminta pandangannya, sanga
raja memulai pembicaraan “wahai penasehatku, pertanda apakah kejadian ini,
sehingga telunjukku harus diamputasi?”, kata sang raja dengan penuh harap
jawaban yang memuaskan dan kabar baik. Dengan senyum manis sampai menatap sang
raja, sang penasehat hanya menjawab, “wahai raja, ini pasti yang terbaik”.
Merasa di lecehkan dan dihina, sang raja akhirnya marah, sampai akhirnya sang
raja menyuruh pengawalnya untuk memenjarakan sanga penasehat tersebut.
Lama waktu berlalu,
ketika tangan raja sudah kembali sehat, raja dan para pengawalnya kembali
berburu ke tengah hutan, kali ini raja tidak mau gagal lagi dalam berburu, maka
diputuskannya untuk berburu kehutan yang lebih dalam, namun malang nasib raja,
karena hutan yang sangat lebat, akhirnya mereka terpisah, raja dengan beberapa
pengawalnya masuk kesuatu kawasan yang sangat mengerikan, mereka terjebak dan
tertangkap oleh suku pedalaman. Yang lebih mengerikan rupanya suku pedalaman
tersebut senang menikmati manusia dari luar yang masuk daerah kekuasaannya.
Sampai pada suatu saat,
mereka berpesta menikmati satu demi satu pengawal raja tangkapannya. Sambil
menikmati manusia yang di masaknya mereka bernyanyi-nyanyi sambil
berjoged-joged sebagai bentuk kebahagiaan suku pedalaman tersebut. Setelah
semua pengawal raja dihabisi, kini giliran raja untuk di nikmati, raja
dikeluarkan dari kerangkengnya. Raja sudah pasrah akan nasib dirinya, dan ia
yakin saat itu adalah momentum terakhir dalam kehidupannya. Ia mengenang semua
masa lalu dalam hidupnya, ia mengenang kerajaan kekuasaannya, ia ingat dengan
keluarganya, anak-anaknya, permaisurinya, dan semua rakyatnya.
Namun ketika hendak
disembelih, suku pedalaman itu selalu memeriksa terlebih dahulu calon mangsanya,
ada petugas khusus yang ditugaskan untuk memeriksa dari ujung rambut sampai
ujung kaki. Ketika kepalanya sudah diperiksa, lehernya, dadanya, perutnya,
pahanya, betis dan jari-jari kakinya, sang pemeriksa merasa senang karena tidak
ditemukan sedikitpun cacat, namun ketika memeriksa bagian tangannya, ia kecewa
karena telunjuk sang raja rupanya satu hilang. Akhirnya ia melapor kepada
kepala suku bahwa mangsa terakhirnya tidak layak untuk dinikmati mengingat
jasad calon korbannya tidak layak untuk dinikmati, karena dalam kepercayaan
mereka, kalau calon korbannya cacat, itu berarti dalam jasan calon korbannya
ada penyakit yang berbahaya.
Akhirnya sang raja yang
tadinya mau dimangsa, dibebaskan dan tidak jadi dimangsa, dengan penuh
kegembiraan sanga raja berlari keluar dari daerah kekuasaan suku pedalaman, dan
ketika keluar hutan, ia bertemu dengan para pengawalnya yang sudah berhari-hari
mencarinya, singkat cerita tanpa basa-basi sang raja langsung pulang ke istana,
dan setibanya di kawasan istana ia tidak langsung menemui keluarganya, ia
langsung mengunjungi penasehatnya yang sudah
dipenjarakannya.
Raja merasa bersyukur
dan baru menyadari akan perkataan yang diungkapkannya beberapa waktu yang lalu.
Ketika bertemu dengan sang penasehat, raja berujar “wahai penasehat, kini aku
menyadari akan apa yang selalu engkau katakan ketika aku meminta nasehatmu, dan
engkau selalu berkata ini pasti yang terbaik, kali ini aku merasakannya, dan
aku memohon maaf karena telah memenjarakanmu”, kata sanga raja memelas maaf.
Sambil tersenyum sang penasehat menjawab “wahai raja, engkau tidak perlu
meminta maaf kepadaku, karena telah memenjarakanku, karena sesungguhnya inipun
yang terbaik untuk ku, seandainya saja engkau tidak memenjarakanku, maka boleh
jadi aku ikut berburu bersamamu, lalu aku tertangkap, dan aku menjadi hidangan
spesial suku pedalaman tersebut. Maka akupun hendak mengucapkan terimaksih
kepadamu wahai raja, kareka engkau sudah melakukan yang terbaik kepadaku”. Kata
sang pensehat, akhirnya mereka berpelukan dan sang penasehat kembali mengabdi
sediakala.
Sahabat yang baik, dari
cerita diatas, dapatkan kita ambil kesimpulan bahwa salh satu ciri orang yang
hebat adalah orang yang senantiasa berpikiran positif (positive thinking) dalam
bahasa arab dikenal dengan istilah husnudhon,
sikap ini penting untuk dimiliki oleh kita orang-orang yang beragama,
berkeyakinan, berbudaya betaqwa, hal ini sejalan dengan apa yang Allah swt
firmankan didalam surat an-nahl ayat 30 “dan
ketika ditanyakan kepada orang-orang yang bertaqwa, apakah yang telah
diturunkan oleh Tuhanmu kepadamu?, mereka (orang-orang yang bertaqwa) menjawab
kebaikan”. Subhanallah, sungguh luarbiasa, sifat berbaik sangka menjadi
faktor penting penentu kualitas kepribadian seseorang.
Sahabat yang baik,
ramadhan yang telah kita lewati sebulan penuh kemarin, dimana kita ketahui
tujuan utama diturunkanya adalah untuk membentuk pribadi yang muttaqin, maka selayaknya
apabila kita menjadikan sikap berbaik sangka tersebut dalam keseharian kita,
apapun kejadian dan kenyataannya, maka yakinilah itu yang terbaik, apapun
kondisi keluarga kita, kondisi finansial kita, kondisi status sosial kita,
jabatan, harkat, martabat kita dimata sesama, itu pasti yang terbaik, apakah
tubuh kita sempurna atau ada yang cacat, kita mendapatkan musibah, ujian dan
cobaan, itulah yang terbaik untuk kita, maka berhusnudlanlah. Semua terjadi
karena kehendaknya. Sebagai hamba,
marilah kita jadikan sikap berbai sangka sebagai pondasi utama sebelum
pondasi yang lainnya.
Wallahu’alam.
Komentar
Posting Komentar
You can give whatever messages for me,,