Oleh : Ence Surahman
Sumber Gambar : Foto dengan sebagian peserta selepas acara
Selepas saya menyampaikan
materi dihadapan ratusan peserta training motivasi yang bertema raih prestasi,
gapai mimpi menjadi generasi Rabbani yang diselenggarakan oleh Panitia Kegiatan
The 4th Great Moment Lembaga Dakwah
Kampus Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Daerah Serang, Ahad, 21 April
2013. Saya beberapa kali diminta oleh para
peserta untuk foto bersama.
Disela-sela
foto bersama tiba-tiba ada seorang peserta akhwat
(perempuan) mendekati dan memohon ijin untuk bertanya “Kang, maaf boleh nanya?” tanyanya. Saya jawab “silakan, barangkali bisa akang jawab”. Beliau melanjutkan
pertanyaannya “Saya sedang bingun
sekaligus ragu, sejujurnya saya sudah mengajukan diri saya untuk mendaftar
sebagai calon penerima beasiswa bidik misi, tapi saya pernah mendengar kisah
bahwa ternyata dulu dijaman khalifah Ali R.A pernah ada seorang sohabiyah
(sahabat dari kalangan muslimah) yang pernah diberi sejumlah hadiah semacam
bantuan dari Ali R.A namun ia menolaknya hingga Ali memaksanya agar sohabiyah
ini mau menerimanya, nah kasusnya dengan saya saat ini yang malah mengajukan
diri untuk menerima bantuan dari pemerintah itu bagaimana kang?” katanya
penuh rasa ingin tahu.
Sambil
mencoba mengelola rasa keheranan saya dengan pertanyaan akhwat tadi, saya coba
jawab dengan sepaham yang saat itu terbesit dalam pikiran saya “hmm, sepertinya kita harus tahu lebih dalam
dari kisah tersebut, termasuk kita harus tahu kondisi umat pada saat itu baik
dari sisi ekonomi, politik, pendidikan dan kita juga harus tahu asal
perekonomian keluarga sohabiyah yang diceritakan barusan, maksudnya boleh jadi
kenapa sohabiyah itu menolak, karena memang beliau merasa masih mampu dan tidak
memerlukan bantuan yang diberikan oleh Ali kala itu dan beliau merasa ada orang
yang mungkin lebih berhak mendapatkan bantuan tersebut, atau memang sohabiyah
itu tidak mau menjadi beban bagi khalifah atau kalau dalam konteks hari ini
tidak mau menjadi beban negara yang juga pada ujungnya adalah beban rakyat itu
sendiri. Terkait kasus teteh, sekarang tinggal bagaimana teteh, seandainya
teteh merasa tidak terlalu butuh beasiswa tersebut, teteh boleh untuk tidak
menerimanya, dan kalaupun nanti nama teteh lolos sebagai penerima, maka teteh
boleh untuk tidak menggunakannya tetapi diberikan kepada teman teteh yang
dirasa lebih membutuhkan” jawab saya.
Lalu
beliau menjawab “ooh, sebenarnya saya
juga secara ekonomi masih membutuhkan bantuan tersebut, hanya dibuat bingung
saja oleh kasus sohabiyah tadi” katanya. Saya jawab “kalau demikian, berarti nanti kalau teteh terdaftar sebagai penerima
beasiswanya maka gunakanlah bantuan tersebut dengan penuh rasa syukur, dan
berterimakasihlah kepada rakyat Indonesia dengan kreativitas dan prestasi serta
kebaikan yang bisa teteh lakukan untuk rakyat Indonesia, karena sesungguhnya
kita tahu bahwa dana yang dicairkan dalam bentuk beasiswa pada dasarnya berasal dari rakyat Indonesia,
termasuk saya sendiri kuliah di perguruan tinggi negeri (PTN) saya juga
dibiayai sekian persennya oleh negara dan itu asalnya dari rakyat Indonesia.
Maka nanti kalau jadi mahasiswa perbanyaklah peran dan manfaat yang teteh
berikan untuk memberdayakan masyarakat, jangan hanya berpacu pada target
pribadi, tetapi jadilah mahasiswa yang peka dan peduli terhadap nasib rakyat
Indonesia, dan teteh harus tahu bahwa bantuan beasiswa itu adalah hak
orang-orang yang tidak mampu, jangan sampai hak tersebut disalurkan kepada
pihak yang tidak tepat menerimanya” tegas saya.
Hal
sederhana namun menjadi point penting dari ulasan peristiwa diatas adalah
ternyata masih ada orang-orang yang sempat berpikiran seperti itu, dan saya
amat kagum dengan orang yang berhati-hati termasuk pada saat mengajukan bantuan
dari pemerintah. Beasiswa adalah salah satu bentuk bantuan pemerintah untuk
orang yang kurang mampu secara ekonomi dan itu sah-sah saja untuk dimanfaatkan,
bahkan orang-orang yang tidak mampu wajib mengupayakannya, agar jangan sampai
hak yang tidak mampu malah diberikan kepada orang yang mampu secara ekonomi,
bahkan na’udzubillah kalau hak
tersebut malah dirampas oleh oleh koruptor.
Tapi
para penerima beasiswa juga jangan cukup puas sampai disitu, melaikan harus
sering-sering bersyukur dan jangan sampai lupa dengan siapa yang memberikan
bantuan tersebut, serta harus terus memastikan agar dirinya tidak hanya semata
bermanfaat untuk diri dan keluarganya semata malainkan harus berkontribusi
untuk perbaikan bangsa dan negara dengan apapun cara yang bisa dilakukan.
Misalnya hal sederhana dengan cara kuliah
yang rajin, menorehkan karya dan prestasi dan menjadi pemimpin
ditengah-tengah masyarakat untuk memegang kendali kemajuan peradaban bangsa
yang kita cintai ini. Wallahu’alam.
Komentar
Posting Komentar
You can give whatever messages for me,,