Oleh
: Ence Surahman, S.Pd
(Artikel
ke-10 dari program ramadhan one day one article)
Gambar : http://4.bp.blogspot.com
Hari
ini hari Jum’at tanggal 19 Juli 2013 adalah hari bertepatan dengan hari ulang
tahun salah satu organisasi ekstra kurikuler saya sewaktu di SMA dulu namanya Kelompok Pecinta
Alam (KAPA) SMAN 21 Garut. Organisasi tersebut didirikan pertama kali pada saat
saya kelas I SMA, tepatnya tanggal 19 Juli 2005. Saya bergabung dengan
organisasi tersebut masuk pada open rekrutment di tahun yang kedua, dan alhamdulillah
kesibukan disana begitu manis dikenang, sampai akhirnya bukan hanya saya, namun
alumni yang lain juga merasakan hal yang sama, hal tersebut terwujud karena
nilai-nilai dan suasana kebersamaan yang kami bangun barangkali begitu kuat.
Ya,
termasuk hari ini saya harus meninggalkan beberapa agenda dan undangan acara di
Bandung demi menghadiri acara silaturahim
yang diisi dengan agenda buka dan sahur bersama, walaupun saya sendiri
tidak bisa mengikuti acaranya hingga selesai karena besok bada subuh sudah ada
kegiatan lagi diBandung, akhirnya tengah malam harus kembali kebandung dan
ternyata hal itu tidak membuat urung hati untuk saya tempuh dan semuanya
berjalan dengan begitu menyenangkan.
Namun,
disela-sela obrolan hangat selepas tarawih, ketika mendengarkan beberapa
testimoni dari teman-teman anggota baik yang masih aktif disekolah atapun yang
sudah jadi alumni bahkan alhamdulillah juga dihadiri oleh pendirinya, disana
terjadi sebuah momentum renungan diri, sederhana sebenarnya, ketika kami bergabung
di KAPA dan menyatakan sekaligus mendeklarasikan diri sebagai pecinta alam,
lalu saya sendiri belum bisa memberikan jawaban apa-apa atas dua pertanyaan
yang diajukan oleh pendiri.
Pertanyaan
pertama “Apa yang sudah saya berikan
kepada KAPA?” dan pertanyaan yang kedua adalah “Apa yang sudah KAPA berikan kepada dunia?”.
Rupanya
pikiran saya masih harus loading beberapa saat untuk mencoba menangkan maksud
dari pertanyaan tersebut, berat untuk menjawabnya terlebih ketika dibenturkan
dengan kondisi dan realita dilapangan, terutama didaerah kami (Garut Barat)
lebih tepatnya Kecamatan Talegong yang secara geografis terdiri dari wilayah
bergunung dan hutan. Dan setiap masuk musim hujan, bencana longsor terjadi
disetiap sudut wilayah, musim kemarau susah memperoleh air, sementara
hutan-hutan andalan kami masih bisa dijamah oleh tangan-tangan jahil.
Pertanyaannya
adalah dimana peran anggota KAPA selama ini? Ikhtiar apa saja yang sudah
dilakukan? Lalu akan sampai kapan konsep pergerakannya seperti ini saja? Apalagi
kalau bicara permasalahan alam dalam lingkup yang global, begitu berat untuk
berani mengatakan bahwa saya adalah pecinta alam, sementara peran dan ikhtiar
diri untuk menjaga alam masih belum terlihat bahkan boleh jadi tidak sama
sekali, sungguh saya malu jadinya.
Untuk
para pembaca sekalian, melalui tulisan ini, saya tidak bermaksud berbagai
kegalauan hati, namun mari kita menjadi pribadi yang lebih bijak dalam
menjalani hidup dan kehidupan, dalam menggali dan mengambil manfaat dari apa
yang sudah Allah sediakan di alam, mari kita menjadi pribadi yang mencintai
alam yang tetap lestari, mari kita mulai dari hal-hal yang kecil seperti
membuang sama pada tempatnya, kemudian tidak terbiasa berlalu menyampah yang
sudah untuk diurai, selama masih bisa kita manfaatkan bungkus-bungkus dari
bahan yang terurai, mari kita minimalisir kerusakan bumi kita tercinta.
Bahkan
kalau hati kita punya rasa cinta kepada alam ini, sungguh tidaklah perlu
mendeklarasikan diri sebagai pecinta alam, pemerhati lingkungan dan sebutan-sebutan
lain yang ternyata masih kontraproduktif dengan peran-peran yang dijalankan.
Sekali lagi mari kita bijak dan mari kita jaga alam ini tetap lestari karena
generasi nanti menanti. Wallahu’alam.
Komentar
Posting Komentar
You can give whatever messages for me,,