Oleh : Ence
Surahman, S.Pd
(Ketua umum MITI KM 2016, Mhs Prodi Teknologi Pendidikan PPS UNY)
Disampaikan dalam agenda sharing online anggota
group 4 ODOJ MITI MJR SJS, Sabtu, 4 Maret 2016
Bismillahirrahmanirahim,
Assalamu’alaikum wr wb.
Selamat malam para ahlul qur’an, semoga Allah
memberkahi dan meridhoi setiap detik sisa usia kita, aamiin Yaa Robbal ‘Alamin.
Puji syukur kekhadirat Allah swt, shalawat dan salam
semoga selamanya tercurahlimpahkan kepada bagina Nabi Muhammad SAW, semoga
keistiqomahan dalam berdakwahnya dapat kita teladani hingga kita mati dan kelak
tergolong orang-orang pilihan yang berhak mendapatkan syafaatnya aamiin YRA.
Kalau boleh jujur sebenarnya sempat mau nolak ketika
diminta secara mendadak oleh comin untuk sharing malam ini. Berhubung saya
sedang onfire kejar target produk yang saya kembangkan untuk kepentingan riset
tesis saya.
Di sisi lain idealnya malam ini saya menyambut 18
mitra di agenda Temwil Jadiy, namun satu dan dua hal saya insyaAlah hadir
diagenda temwil hari ahad, terutama untuk prosesi MOU dengan mitra baru.
Sehingga agenda sambutan di acara ramah tamah malam ini saya delegasikan ke
Korwil Jadiy dengan saya kirimkan naskah sambutan yang saya tulis sendiri.
Barangkali malam ini Allah menginginkan ada ruang kebaikan
bagi kita melalui agenda sharing singkat, semoga jadi amal soleh, sehingga
ketika dihubungi tadi sore, saya sanggupi hanya satu jam saja, karena masih
harus on the track dengan produk yang
menunggu diselesaikan.
Baik kita mulai, ada yang pernah membaca, atau
mendengar istilah adaptive mobile learning? Sejujurnya saya sendiri mengenal
istilah mobile learning sejak masih kuliah S1, kebetulan skripsi saya juga
masih terkait dengan mobile learing. Namun penetrasi konsep adaptive dalam
mobile learning baru saya temukan ketika saya studi S2, lebih tepatnya ketika menghadiri
pidato pengukuhan guru besar ketua prodi sekaligus pembimbing tesis saya, Prof.
Herman Dwi Surjono, M.Sc, MT, Ph.D, kebetulan pidatonya tentang adaptive
electronik elarning. Dengan demikian saya terinspirasi untuk menggabungkan
bidang interest saya dengan konsep adaptive, akhirnya muncullah adaptive mobile
learning dan ketika judul tersebut saya bicarakan dengan ketua prodi (sebelum
menjadi pembimbing) beliau mendukung dan bersedia menjadi pembimbing saya.
Definisi Adaptive Mobile Learning
Secara etimologi adaptive learning terdiri dari dua
suku kata yakni adaptive dari kata dasar adapt dan learning yang merupakan
bentuk gerund dari kata learning. Echols & Hasan (2005:10) mendefinisikan
adapttive adalah kata sifat dari kata adapt yang berarti membiasakan,
menyesuaikan. Kata adaptive sendiri mengandung arti menyesuaikan diri.
Sedangkan learn berarti mempelajari, dan learning kata benda yang berarti
pengetahuan (Echole & Hasan, 2005:352). Apabila digabungkan adaptive
learning memiliki arti mempelajari pengetahuan dengan menyesuaikan diri.
artinya pembelajaran atau layanan pembelajaran yang mampu menyesuaikan diri.
Adapun konsep adaptive dalam penelitian kali ini adalah mobile learning yang mampu menyesuikan diri dengan cara
memberikan alternatif layanan pilihan materi kepada peserta didik sesuai dengan
gaya belajarnya (student learning styles).
Secara etimologi mobile learning terdiri dari dua suku
kata yakni dari kata mobile dan learning yang merupakan berntuk gerund dari
kata learn. Dalam kamus Inggris Indonesia karangan John M. Echols dan Hasan
Shadily (2005:383 mobile berarti cempala, aktif, giat, gesit, ringat tangan,
dan berpindah-pindah. Sedangkan learn berarti mempelajari, dan learning kata
benda yang berarti pengetahuan (Echole & Hasan, 2005:352). Jika digabungkan
dari asal suku katanya, mobile learning memiliki arti mempelajari pengetahuan
secara berpindah-pindah dalam artian bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja.
Jika dihubungkan dengan pembelajaran yang tidak diam atau berpindah-pindah,
padanan yang tepat adalah mobile instruction. Karena istilah yang tepat untuk
pengajaran atau pembelajaran adalah instruction (Echole & Hasan, 2005:352).. Namun demikian, sudah dipahami secara umum
bahwa yang dimaksud mobile learning
adalah pembelajaran yang bisa dilaksanakan dimana saja dan kapan saja.
Mengapa Adaptive Mobile Learning?
Media pembelajaran mobile learning melahirkan berbagai
program aplikasi pembelajaran berupa
aplikasi pembelajaran, baik aplikasi berbayar maupun tidak berbayar yang bisa
diakses oleh semua orang termasuk peserta didik. Salah satu platform sistem
operasi ponsel cerdas yang banyak dikembangkan dalam pengembangan program media
pembelajaran adalah Android.
Berdasarkan data yang dirilis oleh gs.statcounter.com
di atas dapat diketahui bahwa peningkatan pengguna sistem operasi Android pada
mobile device dan tablet di Indonesia yang sangat pesat pada 3 tahun terakhir.
Dengan peningkatan sebesar 49,86% yakni dari 18,53% per agustus 2012 menjadi
68,39 % per-agustus 2015. Hal ini menunjukan bahwa penetrasi smartphone
berbasis Android semakin pesat. Hal tersebut didukung oleh fakta dilapangan
tempat peneliti merencanakan penelitian, bahwasannya dari 31 responden yang
memiliki smartphone, terdapat sebanyak 87,1 % yang menggunakan smartphone
berbasis sistem operasi Android, selebihnya simbian dan windows phone
masing-masing 3,2% dan IOS sebesar 6,4%.
Penetrasi smartphone dan mobile device berbasis
Android memiliki dampak positif dan negatif. Beberapa dampak positif yang
ditimbulkannya adalah akses informasi dan komunikasi yang lebih cepat, mudah
dan efisien. Kemudian proses berkirim dokumen, promosi di internet dan sosial
media semakin pesat. Membantu memudahkan berbagai pekerjaan manusia dalam
berbagai bidang. Di samping itu menimbulkan dampak negatif seperti waktu banyak
terbuang, misalnya terlalu lama di sosial media, melayani chating via instant
messaging dan main games hingga lupa waktu. Hal itu didukung oleh fakta di
lapangan, yang menunjukan bahwa penggunaan smartphone yang dimiliki oleh
responden yang lebih banyak digunakan untuk aktivitas disosial media
dibandingkan dengan kegiatan pembelajaran. Data menunjukan 90,3% peserta didik
memiliki dan menggunakan aplikasi BBM, 93,5% peserta didik menggunakan aplikasi
Whatapps, 80,6% memiliki akun Twitter, 77,4% menggunakan akun Facebook.
Dalam sehari semalam 32,3 % responden mengaku
menggunakan perangkat smartphone selama 3-5jam, sedangkan 25,8% mengaku
rata-rata menggunakan smartphone lebih dari 7 jam. 22,6% mengaku menggunakannya
dibawah 3 jam, dan 19,4% rata-rata menggunakannya antara 5-7 jam. Fakta lainnya
dari lama waktu penggunaan smartphone tersebut diperoleh data bahwa 29% mengaku
online di sosial media yang dimilikinya lebih dari 5 jam, sedangkan 25,8 %
mengaku rata-rata 1-5 jam online di sosial media. Data-data di atas memberikan
gambaran yang jelas bahwa kepemilikan mobile device berupa smartphone
dikalangan pelajar perlu diberikan kontrol baik dari orang tuanya dan yang
lebih penting dari dirinya sendiri yang diberikan pemahaman bahwa penggunaan
smartphone harus benar-benar dimanfaatkan pada hal-hal yang bermanfaat bukan
hanya sekedar sosial media yang kurang berkontribusi positif terhadap rencana
masa depannya.
Semakin lama seseorang online di sosial media
berdampak pada beban pulsa untuk paket data yang digunakan ketika online di
sosial media dan instan messaging. Faktanya menunjukan bahwa 51,6% responden
mengaku menghabiskan pulsa antara 5-20 ribu perminggu atau 20-80 ribu dalam
satu bulan. Dari data tersebut diperoleh fakta bahwa 87,1 % responden mengaku
membeli pulsa dari uang pemberian orang tuanya.
Apabila hal tersebut tidak dikontrol dengan baik, maka akan terjadi
beban pengeluaran tambahan bagi para orang tua untuk keperluan anak-anaknya
yang belum tentu keperluan tersebut benar-benar dibutuhkan untuk kepentingan
yang positif.
Data dan fakta tersebut di atas, mendukung rencana
penelitian pengembangan yang akan dilakukan oleh peneliti, yakni pengembangan
media pembelajaran berupa aplikasi mobile learning yang berbasis sistem operasi
Android. Hal itu bertujuan untuk mengarahkan dan mengoptimalkan kelebihan
teknologi dalam menunjang keberhasilan proses pembelajaran. Pada kenyataannya
teknologi tidak bisa ditolak namun dikelola dengan baik agar lebih berdaya
guna.
Mobile learning berbasis Android memang telah banyak
dikembangkan menjadi media pembelajaran. Namun kebanyakan belum memperhatikan
perbedaan gaya belajar dan karakteristik peserta didik. Program yang
dikembangkan dibuat serupa untuk semua pengguna. Padahal pengembangan mobile
learning akan lebih optimal penggunaannya jika memperhatikan keragaman gaya
belajar peserta didik (student learning style) Richard E. Mayer (2009:167).
Pada kenyataanya gaya belajar berdasarkan preferensi
sensori setiap peserta didik berbeda. Ada peserta didik yang dominan gaya
belajar visual, auditorial, dan kinestesia. Peserta didik yang dominan gaya
belajar visual ditandai dengan merasa senang melihat guru mendemontrasikan
materi di depan kelas, atau membaca buku pelajaran, melihat video dan
gambar-gambar dalam buku pelajaran. Adapun peserta didik yang memiliki dominasi
gaya belajar auditorial cenderung lebih menyukai guru yang menyajikan materi
secara lisan (oral), mendengarkan materi dari rekaman audio. Sedangkan peserta
didik yang memiliki preperensi gaya belajar kinestetik lebih merasa senang
belajar ketika ia bisa melakukan, dan saraf motoriknya lebih teraktivasi secara
maksimal.
Perbedaan gaya belajar menunjukan cara tercepat dan
terbaik bagi seorang individu untuk menyerap informasi diluar dirinya. Dalam
konteks pembelajaran, upaya guru dalam mengemas strategi pembelajaran maupun
media pembelajaran penting untuk memperhatikan gaya belajar dominan dari para
peserta didik, hal tersebut bertujuan untuk membantu peserta didik yang
bersangkutan dapat menguasai informasinya secara cepat dan tepat.
Fakta dilapangan menunjukan preferensi sensori gaya
belajar peserta didik berbeda-beda. Berdasarkan hasil survey terbatas dengan menyebar
angket tentang preperensi gaya belajar visual, auditorial, dan kinestesia (VAK)
yang dilakukan di kelas XI IPA 2, pada tanggal 31 Oktober 2015, dari sebanyak
25 peserta didik yang mengisi angket, diperoleh informasi bahwa preferensi
sensori gaya belajar peserta didik tersebar dalam tiga kelompok. Sebanyak 12
orang atau sebesar 48% masuk kategori gaya belajar visual, sedangkan 10 orang
atau sebesar 40% lainnya memiliki preperensi gaya belajar kinestetik, kemudian
4% responden peserta didik memiliki gaya belajar auditorial yang dominan, dan
8% memiliki gaya belajar visual kinestesia.
Berdasarkan data dan fakta tersebut di atas,
preperensi gaya belajar peserta didik beragam. Maka dari itu perlakuan dan
pemberian materi sedapat mungkin agar disesuaikan dengan preperensi sensori
gaya belajar tersebut. Hal itu dimaksudkan agar proses pencapaian tujuan
pembelajaran dan proses penguasaan materi pembelajaran bisa terjadi secara
efektif.
Preperensi gaya belajar mengilhami pendekatan
individual learning, yakni pendekatan pembelajaran yang berupaya untuk membantu
peserta didik menyelesaikan masalahnya secara personal. Mengingat permasalahan
setiap peserta didik dalam belajar itu beragam, maka upaya membantu peserta
didik menyelesaikan masalah yang dihadapinya juga mesti dengan pendekatan
individual.
Berbagai upaya untuk membantu penyelesaian masalah
belajar secara individual. Salah satu upaya yang bisa ditempuh adalah dengan
pembelajaran yang adaptif, yakni pembelajaran yang sesuai dan tepat dengan
kebutuhan dan karakteristik peserta didik. Di samping itu adaptif dengan
tingkat kecerdasan peserta didik untuk mendorong dirinya menguasai tujuan
pembelajaran maupun adaptif terhadap perbedaan gaya belajar yang dominan dalam
dirinya.
Implementasi adaptive learning juga dapat diwujudkan
dalam pemilihan metode, strategi, bahan, sumber, penugasan atau evaluasi maupun
pengembangan media pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran. Dalam pengembangan media pembelajaran adaptif
diantaranya melahirkan konsep e-learning adaptif yang sudah terbukti efektif
dalam proses pencapaian tujuan pembelajaran (Surjono:2011). Di samping itu
dewasa kini muncul implementasi pembelajaran adaptif dalam bentuk mobile
learning.
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi
berupa khasanah dan warna baru terhadap bidang keilmuan teknologi pendidikan
serta dapat menumbuhkan minat dari peneliti dan pengembang program media yang
lain untuk mengembangkan produk yang adaptif dan memenuhi prinsip
pengembangannya. Di samping itu diharapkan mampu meminimalisir aplikasi yang
kurang konstruktif bagi para pengguna terutama kalangan pelajar.
Target makro yang diharapkan melalui penelitian ini
adalah terciptanya masyarakat belajar maya (cyber learners). Selain itu progam
adaptive mobile learning diharapkan menjadi aplikasi alternatif bagi pengguna
telfon pintar. Sehingga waktu dan premi paket data yang dibayarkan dapat
dikonversi menjadi wawasan dan ilmu pengetahuan baru yang lambat laun
diharapkan dapat berkontribusi terhadap peningkatan kualitas SDM Indonesia
dalam pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya bangsa.
Demikian sebagai pengantar diskusi singkat kita malam
ini, mohon do’anya saya sedang mendesain sebuah portal khusus berkaitan dengan
konsen bidang keilmuan saya yang akan saya beri nama IMOLEC, apa dan bagaimana
IMOLEC itu sendiri? Tunggu tanggal mainnya. insyaAllah jika Allah berikan
kemudahan dan keridhoanNya, IMOLEC ini akan menjadi produk pengembangan dari
disertasi saya nanti ketika menempuh
studi S3. Bismillah.
Ket:
Jika hendak mengutif, atau menggunakan data dan referensi dari tulisan ini mohon dipastikan menyertakan penulisnya, terimakasih.
Komentar
Posting Komentar
You can give whatever messages for me,,